Assalamu'alaikum

header ads

Berapa Harga Waktumu? Bag 2

Para Ulama dan Waktu

Berikut ini beberapa penggal kisah tentang para ulama dulu. Simaklah bagaimana mereka memanfaatkan dan menempatkan waktu mereka pada tempatnya. Semoga menjadi bahan inspirasi kita untuk meniti jejak keberhasilan mereka dalam menjaga 'permata paling berharga' dalam hidup kita.
            
Diantara nama-nama hebat yang berhasil menjaga 'permata' mereka adalah Muhammad bin Abdul Baqi ­rahimahullah. Simaklah ucapan beliau yang menunjukkan bahwa beliau selalu menjaga waktu. "Semenjak kecil aku tidak pernah membuang waktuku untuk hal yang sia-sia walau cuma sesaat", ujar beliau. [Siyar A’lamin Nubala karya Adzdzahaby (20/23-28)]

Muhammad bin Abdul Baqi adalah seorang panutan, luas ilmunya, cerdas, dan mumpuni dalam ilmu faraidh (warisan). Di samping itu, beliau juga orang yang menjunjung nilai keadilan dan berusaha mewujudkannya semaksimal mungkin. Beliau pernah menjabat sebagai hakim di pengadilan. Beliau wafat tahun 534 H. [Lihat: Siyar A’lam an-Nubala (20/23-28)]

Ada juga Ibnut Thallayah rahimahullah, beliau adalah orang yang telah menghabiskan umurnya di dunia ini hanya untuk 3 hal saja; ibadah, shalat, dan puasa. Semua waktunya beliau gunakan untuk beribadah bukan untuk hal yang sia-sia, apalagi dosa. [Lihat: Siyar A’lamin Nubala (20/260-263)]
              
Nama beliau Ahmad bin Abi Ghalib, lebih dikenal dengan sebutan Ibnut Thallayah. Beliau adalah seorang panutan yang menjunjung tinggi arti kejujuran dan berusaha mengaplikasikannya dalam hidupnya, tidak senang dengan glamournya dunia. Beliau wafat tahun 548 H. [Lihat: Siyar A’lamin Nubala (20/260-263)]
             
Abul ‘Ala rahimahullah bercerita tentang bagaimana Ibnu ‘Asakir memanfaatkan waktunya. "Selama empat puluh tahun dia (Ibnu ‘Asakir) tidak pernah menyia-nyiakan waktunya, baik itu tatkala sendirian maupun di tengah keramaian. Yang ia lakukan hanyalah mengarang buku atau menghafal", cerita beliau. [Lihat: Siyar A’lamin Nubala (20/554-571)]

Ibnu 'Asakir adalah seorang panutan, luas ilmunya, dan banyak hafalannya. Di samping itu, beliau juga dikategorikan sebagai orang jenius dan cepat paham. Beliau dikenal sebagai pakar ilmu hadist di negeri Syam dan pengarang buku Tarikh Dimasyq yang monumental. Beliau wafat tahun 571 H. [Lihat: Siyar A’lamin Nubala (20/554-571)]

Di sudut bumi yang lain terdapat seorang ulama yang bernama Abdul Ghani bin Abdil Wahid rahimahullah, semasa hidupnya beliau tidak pernah melewatkan satu detikpun kecuali diisi dengan hal yang bermanfaat. Selepas shalat shubuh, beliau mengajarkan Alquran, dan terkadang sesekali beliau mengajarkan hadist. Setelah pelajaran selesai, beliau berwudhu dan shalat sebanyak 300 rakaat hingga menjelang dzuhur.

Kemudian beliau beristirahat sejenak dan shalat dzuhur. Selepas menunaikan shalat beliau kembali menyibukkan diri dengan hafalan dan tulisan hingga tiba waktu maghrib, kalau kebetulan sedang berpuasa maka waktu tersebut beliau manfaatkan untuk berbuka. Namun kalau tidak dalam keadaan berpuasa biasanya beliau shalat (sunnah) mulai dari selepas shalat maghrib sampai shalat ‘isya.

Setelah itu, barulah beliau tidur hingga pertengahan malam, kemudian beliau bangun, langsung berwudhu, dan shalat malam hingga menjelang waktu shubuh. Mungkin dalam satu malam beliau bisa berwudhu sebanyak tujuh atau delapan kali. Beliau sendiri pernah berucap: "Aku belum bisa tenang kalau seandainya anggota badanku tidak basah (dengan air wudhu) ketika shalat. Lalu beliau kembali beristirahat sejenak hingga shubuh tiba. Ini sudah menjadi kebiasaan beliau sehari-hari. [Siyar A’lamin Nubala’ (21/443-471)] 

Beliau ini seorang panutan yang luas ilmunya, banyak ibadahnya, menjunjung tinggi nilai kejujuran, dan mengaplikasikannya dalam hidupnya. Di samping itu, beliau juga dikenal sebagai orang yang sangat mumpuni di bidang ilmu hadist. Beliau wafat tahun 600 H. [Lihat: Siyar A’lamin Nubala’ (21/443-471)]

Subhanallah, betapa berharga setiap detik  di mata mereka. Kalaupun diminta  untuk menghabiskannya dalam hal yang tidak bermanfaat mereka berpikir dua kali atau bahkan ribuan kali. Lantas bagaimana kalau sekiranya orang-orang hebat semacam ini diminta untuk menghabiskannya dalam hal kemaksiatan dan dosa!? Tentu mereka akan menolak mentah-mentah permintaan tersebut.

Mereka telah meniti jalan kebahagian yang sebelumnya Rasulullah  shalawatullahi wa salamuhu 'alaih  tempuh bersama para sahabat beliau. Merekalah orang-orang yang menghabiskan hidup mereka untuk ilmu, amal, dakwah, dan segala hal yang bermanfaat untuk diri dan orang lain.

Semoga Allah menolong kita untuk bisa meniti dan mengikuti jejak mereka.

Sebuah Kesimpulan
Waktu adalah permata paling berharga kita. Waktu tidak bisa dibeli dengan uang dan tidak pula terulang. Waktu adalah pemberian Allah yang wajib disyukuri. Waktu juga merupakan  modal utama kita selama di dunia.

Oleh sebab itu, mari kita pergunakan dengan baik dalam ketaatan kepada Allah, Sang Pemberi nikmat tersebut, bukan malah tenggelam dalam lautan maksiat dan dosa. Mari kita pelihara waktu kita sebelum malaikat maut 'menyapa'.

Janganlah ragu untuk mulai dari sekarang. Mari kita manfaatkan waktu kita dengan memperdalam ilmu agama yang benar, mengamalkan, dan mengajarkannya.

Ingat! Kita tidak rugi jika waktu kita habis untuk mengisi pundi-pundi kebaikan, kebaikan yang akan menuntun kita kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kalau bukan sekarang, kapan lagi kita akan berhenti 'berfoya-foya' dengan waktu kita yang terbatas ini!?

Penutup
Semoga tulisan sederhana ini mampu mengobarkan semangat kita untuk menjaga waktu berharga kita.

Sebagai penutup, saya petikkan sebuah petuah emas dari Rasulullah –shalawatullahi wa salamuhu 'alaih- dan dua buah atsar (perkataan) dari Ibnu Umar –radhiyallahu 'anhuma- dan Hasan Albashri rahimahullah, sebagai tambahan bekal kita dalam mengarungi permusuhan dengan Iblis.

Rasululah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih­ bersabda: "Bersegeralah kalian beramal sebelum tiba enam perkara; terbitnya matahari dari barat, keluarnya dukhan (asap), munculnya dajjal, binatang melata (yang bisa bicara), kematianmu, dan tibanya Hari Kiamat". [HR.Muslim (no. 2948). Lihat juga: Alminhaj karya Nawawi (18/287)]

Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma juga mengingatkan, beliau berkata: "Bila kamu berada di sore hari maka jangan menunggu pagi menyongsong (untuk beramal). Sebaliknya, bila kamu berada di pagi hari maka jangan menunda (untuk beramal) hingga tiba waktu sore. Gunakanlah kesempatan selama kamu  masih sehat sebagai bekal ketika sakit dan kesempatan selama kamu masih hidup sebagai bekal di kala ajal sudah menjemput". [HR. Bukhari  (no. 6416). Lihat juga:  Jami'ul 'Ulum wal Hikam karya Ibnu Rajab (hal.708)]

Hasan Albashri rahimahullah berpesan: "Wahai anak Adam, dirimu itu tiada lebih dari sekedar kumpulan hari, setiap kali satu hari  berlalu maka telah ikut hilang pula  sebagian dirimu". [Lihat: Ma’alim fi Thariqi Thalabil 'Ilmi  karya Assadhan (hal.35)]

Demikian, Wallahu A'lam bis Shawab wa Shallallahu wa Sallama 'ala Nabiyyina Muhammad. Semoga bermanfaat.

Madinah Munawwarah
Malam Sabtu, 28 Rabi'uts Tsani 1435 H