Assalamu'alaikum

header ads

Menjadi Kaya Walau Tanpa Harta

Suatu hari Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih  menanyai para sahabat, "Siapakah orang yang bangkrut menurut kalian?" tanya beliau. Para sahabat radhiyallahu 'anhum lantas menjawab: "Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki sepeserpun dirham apalagi  harta". 

Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih menyanggah: "Orang yang bangkrut adalah orang yang telah memperoleh banyak pahala shalat, puasa, dan zakat di hari kiamat akan tetapi dia pernah mencaci, menuduh orang lain, mengambil hartanya, bahkan memukul dan menumpahkan darah sesama. Akibatnya  pahala yang banyak tadi dibagikan satu persatu ke orang-orang tersebut dan kalau pahala tersebut habis sebelum semua orang yang terdzalimi memperoleh bagiannya maka sebagai gantinya, dosa-dosa mereka dialihkan ke orang tersebut hingga akhirnya ia pun dilemparkan ke neraka". [HR. Muslim (no.3678) dari Abu Hurairah]

Saya cukup merinding tatkala merenungi hadits tersebut. Bagaimana tidak!? Setiap kita tentu tidak menginginkan hal itu terjadi kepada kita di hari kiamat kelak.
 
Begitu pula maksud saya dengan pengertian 'kaya' sebagaimana judul dari tulisan ini. Menjadi kaya bukan hanya sebatas kaya harta saja, melainkan kaya dengan ilmu dan amal pun juga bisa. Seperti tertera di hadits tadi, orang yang bangkrut tidak hanya bangkrut harta, melainkan bangkrut pahala juga bisa.

Meraih ilmu sebanyak mungkin merupakan impian mulia setiap penuntut ilmu. Jangan sampai kita menyesal nanti karena miskin ilmu dan amal setelah diberi kesempatan untuk menimba ilmu tersebut. 

Mengenal ilmu 
Pernah mendengar pepatah "tak kenal maka tak sayang"? Yah, mungkin hal ini juga berlaku antara kita dengan ilmu. Kalau tidak mengenal keutamaannya maka bagaimana mungkin kita bersemangat dalam mencarinya?

Syaikh Shalih Al'ushaimy hafidzahulah berkata: "Banyak sedikit ilmu yang diperoleh sesuai dengan sejauh mana penuntut ilmu menghargai dan mengenal keutamaannya, siapapun yang menghargainya niscaya ia meraihnya dan begitu pula sebaliknya, siapapun yang meremehkannya maka ia tidak mungkin memperolehnya". [Syarh Kitab Ta’dzimil Ilmi karya Shalih bin Abdullah Al'ushaimy (hal.6)]

Keutamaan ilmu sangatlah banyak, Allah Azza wa Jalla menyebutkannya dibanyak ayat Alquran, di antaranya:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ. 

"Allah meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu di antara kalian beberapa tingkat karena Dia Maha Mengetahui semua yang kalian perbuat". [QS. Mujadilah: 11]
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ. 

"Katakanlah: Adakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu!? Sungguh hanya orang yang berakallah yang mengerti (perbedaannya)". [QS. Azzumar: 9]


Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih  juga menerangkan keutamaan ilmu dibanyak hadits beliau, di antaranya:
من سلك طريقا يطلب فيه علما سلك اللّه له طريقا إلى الجنّة، وإنّ الملائكة لتضع أجنحتها رضاء لطالب العلم، وإنّ العالم ليستغفر له من في السّماوات ومن في الأرض حتّى الحيتان في الماء، وفضل العالم على العابد، كفضل القمر على سائر الكواكب. إنّ العلماء ورثة الأنبياء، إنّ الأنبياء لم يوّرّثوا دينارا ولا درهما إنّما ورّثوا العلم، فمن أخذ به أخذ بحظّ وافر. 

"Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkannya untuk meniti jalan ke surga. Para malaikat menurunkan sayap-sayap mereka sebagai ungkapan ridha terhadap penuntut ilmu.

Sungguh, orang yang berilmu senantiasa dimintakan ampun oleh penduduk langit dan bumi, bahkan ikan di lautan. Keutamaan orang yang berilmu ketimbang ahli ibadah bagaikan rembulan dibandingkan dengan bintang-bintang. Para ulama merupakan pewaris para nabi yang mana mereka tidaklah meninggalkan warisan berupa dinar ataupun dirham, melainkan ilmu. Oleh karenanya, siapa saja yang mengambilnya maka dia sungguh beruntung". [HR. Tirmidzi (no.2682), Abu Daud (no.3641), dan Syaikh Albany rahimahullah menghukumi hadist ini shahih (lihat : Shahih Abi Daud : 2/694)]


Ibnul Qayyim rahimahullah berpendapat: "Ilmu adalah petunjuk, dialah harta warisan peninggalan para nabi, ahli warisnya adalah orang-orang yang berilmu". Bahkan beliau menganggap bahwa menuntut ilmu tidak kalah penting dengan shalat dan puasa (sunnah). [Madarijus Salikin karya Ibnul Qayyim (2/469-470)] 


Ilmu itu ada yang terpuji dan adapula yang tercela. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Rajab Alhambaly rahimahullah dalam kitab beliau “Fadhlu Ilmis Salaf ‘alal Khalaf”. Kata Beliau, “Di dalam Alquran, Allah Azza wa Jalla terkadang memuji ilmu dan terkadang mencelanya, ilmu yang dipuji ialah ilmu yang bermanfaat dan yang tercela ialah ilmu yang tidak bermanfaat atau ilmu tersebut (pada dasarnya) bermanfaat tetapi orangnya yang tidak bisa memanfaatkannya". [Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘alal Khalaf karya Ibnu Rajab (hal.125-126)] 

Ada Adab Yang Perlu Dijaga 
Setelah mengenal keutamaan ilmu, kita perlu mengetahui adab-adab dalam mencarinya, sebagaimana tatkala kita ingin meniti jalan yang terdapat banyak rambu lalu lintas maka kita mesti mengikuti rambu tersebut agar tidak tersesat.

Berikut ini enam adab dari sekian banyak adab menuntut ilmu:

1.Tujuan Hanya Satu

Menuntut ilmu adalah ibadah. Oleh karenanya, syarat mutlak dalam pelaksanaannya adalah ikhlas. Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih menegaskan hal ini:
من تعلم علمًا يبتغي به وجه الله - عز وجل - لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضًا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة.

"Barangsiapa menuntut ilmu yang seharusnya ditujukan untuk Allah semata, akan tetapi ia tujukan untuk memperoleh kepentingan dunia maka aroma surga sekalipun ia tidak akan menciumnya di hari kiamat kelak". [HR. Abu Daud (no.3666), Ibnu Majah (no.252) dan Ahmad (no.8438) dari Abu Hurairah. Alhakim rahimahullah berpendapat : "Hadist ini shahih dan sanadnya tsiqat (berasal dari orang-orang terpercaya".]

Dahulu para salaf sangat khawatir dengan ketiadaan ikhlas tatkala menuntut ilmu, bahkan mereka berusaha tidak mengklaim bahwa mereka telah menggapai hal tersebut. Adalah Hisyam Addustuwai rahimahullah yang pernah berucap: "Demi Allah, aku tidak bisa mengklaim bahwa aku pernah menuntut ilmu hanya untuk Allah semata walaupun cuma sekali". 

Begitu pula Imam Ahmad rahimahullah  ketika ditanya tentang keikhlasan beliau dalam menuntut ilmu. Jawab beliau: "Menuntut ilmu semata-mata karena Allah sangatlah berat, akan tetapi Allah mengarahkanku untuk hal tersebut sehingga aku pun mampu mencarinya (ilmu)". [Syarh Kitab Ta’dzimil Ilm karya Shalih Al'ushaimy (hal.13)] 

2.Belajar Kemudian Beramal 
Kita mempelajari ilmu untuk diamalkan bukan hanya sebatas wawasan, dan akan bertambah tatkala diamalkan.

Syaikh Shalih Alfauzan hafidzahullah menasehati setiap penuntut ilmu dengan nasehat ini. Kata beliau: "Ingatlah wahai saudaraku, ilmu akan bertambah ketika dibarengi dengan amal. Oleh sebab itu, apabila kamu mengamalkan apa yang kamu pelajari niscaya Allah akan menambah ilmu tersebut, sebagaimana ungkapan yang berbunyi; "Siapa yang mengamalkan ilmu yang sudah didapat maka Allah akan menganugerahkannya  ilmu yang ia belum dapat". Hal ini berbanding lurus dengan firman Allah Ta'ala:
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ. 

"Bertakwalah kepada Allah niscaya Dia akan menganugerahkanmu ilmu karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu". [QS. Albaqarah: 282][ Almulakhassul Fiqhi karya Shalih Alfauzan (hal.9)]


Ditambah lagi, sikap enggan mengamalkan ilmu merupakan salah satu sebab lunturnya berkah ilmu tadi dan asal petaka. Allah Azza wa Jalla sangatlah membenci perbuatan seperti ini, sebagaimana firman-Nya:
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ. 

"Allah sangat membenci jika kamu berkata dengan apa yang kamu sendiri tidak mengerjakannya". [QS. Asshaf: 3] 

3.Menebar Ilmu, Kenapa Tidak!? 
Ilmu yang tidak disebarkan laksana harta yang tidak diinfakkan, bahkan ketika disebarkan ia tidak akan berkurang sedikitpun dan malah sebaliknya, semakin melekat dan bertambah.

Dahulu sekelompok orang datang dan tinggal selama duapuluh hari di Madinah guna mempelajari ajaran Islam dari Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih. Namun ketika kerinduan terhadap keluarga mulai tampak pada wajah-wajah meraka maka Rasul pun menyuruh mereka untuk pulang sembari berkata:
ارجعوا فكونوا فيهم و علّموهم. 

"Pulang dan tinggallah bersama mereka (keluarga kalian) serta ajari mereka". [HR. Bukhari (no.628) dari hadits Malik bin Huwairis]


Di hadits lain, Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih berkata: "Barangsiapa mengajak kepada satu kebaikan maka ia akan mendapat pahala sebesar pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun". [HR. Muslim (no.2674) dari hadits Abu Hurairah]


Tidak heran manakala Ibnu Jama’ah Alkinany rahimahullah memandang perbuatan ini termasuk perkara penting dalam Islam dan derajat tertinggi dalam lapisan masyarakat muslim. [Lihat: Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim karya Ibnul Jama’ah (hal.24-25)]

4.Butuh Kesabaran Dan Tekad
Dalam menimba ilmu, kesabaran dan tekad harus ada. Sebagaimana pepatah yang berbunyi: "Ilmu tidak diperoleh hanya dengan bermalas-malasan". Jalan yang kita tempuh masih panjang dan penuh liku, jika tidak sabar niscaya kita akan menyerah dan tidak sampai ke tujuan.

Hal ini senada dengan ucapan Ibnul Qayyim ­rahimahullah, "Tatkala 'bintang harapan' mulai bersinar ditengah kegelapan malam dan 'bulan tekad' juga muncul maka bumi pun akan terang benderang". [Alfawaid karya Ibnul Qayyim (hal.51)]

Simaklah bagaimana Imam Al'askary rahimahullah bercerita tentang kesulitan yang ia hadapi dalam menuntut ilmu, "Ketika pertama kali menimba ilmu, aku mengalami kesulitan dalam menghafal, namun aku terus berusaha hingga akhirnya aku mampu menghafal qasidah rukbah (wa qatimul a’amaqi khawil mukhtarqin) hanya dalam satu malam padahal qasidah itu sekitar dua ratus bait", tutur beliau. [Lihat : Ma’alim fi Thariqi Thalabil ‘Ilm karya Abdul Aziz Assadhan (hal.30-31)]

5.Isti’anah Kepada Allah itu Penting

Isti’anah atau meminta pertolongan Allah Azza wa Jalla dalam menuntut ilmu sangatlah penting.Syaikh Al'utsaimin  rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beribadah tapi melupakan isti’anah kepada Allah maka rintangan dan malas akan menghampirinya selama beramal. Begitu pula setelah berhasil menyelesaikan suatu amal, maka ia akan cepat bangga dan 'ujub (kagum dengan diri sendiri). Hal ini bisa menyebabkan  amalannya menjadi sia-sia". [Lihat: Taqribut Tadmuriyah karya Muhammad bin Shalih Al'utsaimin (hal.146)]

Kita selalu bergantung kepada Allah dalam setiap detik dan nafas kita karena sifat lemah tertancap pada diri kita, sebagaimana firman-Nya:
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا. 

"Allah menghendaki keringanan untuk kalian karena manusia memang diciptakan memiliki sifat lemah". [QS. Annisa: 28]


Rasulullah ­shalawatullahi wa salamuhu 'alaih mengajari kita agar senantiasa beristi’anah kepada Allah, terlebih dalam menuntut ilmu. Bukan hanya mengandalkan kecerdasan, pemahaman yang cepat, serta hafalan yang kuat karena betapa banyak orang cerdas akan tetapi mereka tergelincir dalam kesesatan, sabda beliau:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ. 

Artinya: "Semangatlah untuk mengerjakan hal yang bermanfaat untukmu, jangan lupa meminta pertolongan Allah, dan jangan merasa tidak sanggup!". [HR. Muslim (no.6945)]


6.Pilih Ini atau Itu? 
Dalam menuntut ilmu, kita terkadang bingung menentukan mana yang lebih dahulu dibaca atau dihafal. Bukan karena tidak ada semangat, melainkan karena semangat yang sedang bergejolak itulah penyebabnya. Bertahap dan memilih yang terpenting di fase awal belajar memiliki pengaruh besar di fase selanjutnya.


Kalau belum menguasai ringkasan dan mutun (hal-hal dasar) dari setiap cabang ilmu seperti nahwu, musthalah hadits, akidah, hadits, ushul fikih, fikih, dan seterusnya maka kita jangan langsung mempelajari ataupun menghafal buku-buku yang mencakup bahasan yang panjang dan terperinci. 

Bersabarlah dahulu karena bangunan dimulai dari pondasi dan seseorang tidak menjadi ‘alim (berilmu) hanya dalam satu hari. [Untuk lebih jelas silahkan merujuk kaset  ataupun kitab yang berbicara seputar metode menuntut ilmu seperti ; ‘Audah ilas Sunnah karya Syaikh Ali Hasan Alhalaby, Almanhajiyah fi Thalabil Ilmi karya Syaikh Shalih Alus Syaikh, Barnamajun Ilmiyun Muqtaroh karya Syaikh Usamah Al-Utaiby, dan selainnya]

Hindari Dua Penyakit Ini! 
Banyak faktor penghambat seseorang dalam menuntut ilmu, ada yang dapat merusak niat, ada yang 'sekedar' mengotori kebeningannya, bahkan ada yang memalingkannya secara total dari menuntut ilmu. 

Diantara faktor yang sangat berbahaya dan sering menimpa penuntut ilmu adalah hasad dan ta’alum (berpura-pura tahu). 

Hasad (iri), penyakit hati satu ini begitu berbahaya. Disamping pelakunya seakan tidak rela dengan takdir dan nikmat Allah atas orang lain, pahala ibadah orang hasad ini dapat hangus terbakar bagaikan kayu bakar yang dilahap api. Terlebih ia sering menimpa para penuntut ilmu yang sebaya ataupun seangkatan, padahal Rasulullah –shalawatullahi wa salamuhu 'alaih- telah mewanti-wanti kita, sabda beliau: "Janganlah kalian saling hasad". [HR. Bukhari (no.6064) dan  Muslim (no.6690)] 

Penyakit yang kedua ialah ta’alum, dan ini juga tidak kalah mematikan dari penyakit hasad. Bagaimana tidak!? sedangkan orang yang 'sok tau' dalam masalah agama dan keliru maka musibah yang ia timbulkan sangat fatal, yaitu tersesat dan menyesatkan orang lain. Para ulama salaf (ulama dulu) dan ulama sekarang tidak sungkan untuk mengatakan la adri (aku tidak tahu) untuk pertanyaan ataupun bahasan yang mereka tidak ketahui. 

Allah Azza wa Jalla berfirman:
 
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ. 

"Katakanlah: Rabbku mengharamkan perbuatan keji, baik yang nampak maupun tidak, dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Dia tidak menurunkan hujjah (petunjuk) untuk itu, dan (mengharamkan) berbicara atas nama Allah tanpa dilandasi ilmu". [QS. Ala'raf: 33]


Jadi, hendaklah kita menghindari dua penyakit paling berbahaya ini karena ini sering menghampiri para penuntut ilmu tanpa mereka sadari. Entah karena 'gengsi', merasa lebih pintar atau pun karena hati yang sudah kotor. Semoga Allah menjauhkan saya, anda dan kita semua dari penyakit semacam ini.


Demikian apa yang saya dapat torehkan, semoga tulisan ringkas ini memberikan manfaat untuk kita semua agar terus berjuang dan bersemangat dalam menggali peningalan Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih. 


Wallahu A'lam wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa 'ala Alihi wa Shahbihi wa Sallam.


Madinah Munawwarah
Pagi Sabtu, 29 Rabi'uts Tsani 1435 H