Assalamu'alaikum

header ads

Ucapan Yang Dapat Mencederai Tauhid Anda Atau Kesempurnaannya - Seri 1

Lisan merupakan salah satu anggota badan penting yang kita mesti jaga ketat. Ia dapat mendatangkan kebahagiaan dan pahala yang melimpah dan dapat menimbulkan kebalikannya, petaka dan dosa bagi pemiliknya.


Allah Ta’ala telah mengingatkan manusia agar menyadari akan pentingnya meninjau setiap perkataan yang keluar dari anggota badan satu ini karena setiap kata darinya akan dicatat dan dipertanggungjawabkan kelak.


مَا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ


Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. [QS. Qaf: 18]


Demikian pula Rasulullah , beliau mewanti-wanti hal ini di sejumlah hadis beliau:


عن أبي هريرة، عن النبي  قال: "إن العبد لَيَتَكَلَّمُ بالكلمة من رِضْوَانِ الله تعالى ما يُلْقِي لها بَالًا يَرْفَعُهُ الله بها درجاتٍ، وإن العبد لَيَتَكَلَّمُ بالكلمة منسَخَطِ الله تعالى لا يُلْقِي لها بَالًا يَهْوِي بها في جهنم."


Dari Abu Hurairah, dari Nabi   beliau bersabda, “Sungguh seorang hamba berbicara dengan satu perkataan yang mengundang keridaan Allah Ta’ala namun dia tidak menganggapnya penting; tetapi dengan perkataan itu Allah menaikkannya beberapa derajat. Dan sungguh seorang hamba berbicara dengan satu perkataan yang mengundang kemurkaan Allah Ta’ala, namun dia tidak menganggapnya penting; tetapi dengan perkataan itu dia terjungkal ke dalam neraka jahanam.” [HR. Bukhari no.6478]


عن أنس رضي الله عنه قال : "لا يستقيم إيمان عبد حتى يستقيم قلبه، ولا يستقيم قلبه حتى يستقيم لسانه.."


Dari Anas radhiallahu anhu bahwa Rasulullah  bersabda, "Iman seorang hamba tidak akan lurus sampai lurus hatinya. Hatinya tidak akan lurus hingga lurus lisannya." [HR. Ahmad no.12561]


‎"وهل يكب الناس على وجوههم - أو على مناخرهم - إلا حصائد ألسنتهم."  


"Bukankah manusia itu akan tersungkur di mukanya atau di atas lubang hidungnya melainkan karena perbuatan lidah mereka? [HR. Tirmizi no.2616 dan Ibnu Majah no.3973]


Imam Ibnu Qayyim rahimullah berkata:


وأما اللفظاتفحفظها بأن لا يخرج لفظة ضائعة، بأن لا يتكلم إلا فيما يرجو فيه الربح والزيادة في دينه، فإذا أراد أن يتكلم بالكلمة نظرهل فيهاربح وفائدة أم لا؟ فإن لم يكن فيها ربح أمسك عنها، وإن كان فيها ربح نظرهل تفوت بها كلمة هي أربح منها؟ فلا يضيعها بهذه، وإذا أردت أنتستدل على ما في القلب، فاستدل عليه بحركة اللسان؛ فإنه يطلعك على ما في القلب، شاء صاحبه أم أبي.


“Adapun perkataan maka cara menjaganya ialah dengan tidak membiarkan satu kata sekalipun keluar tidak terkontrol, dengan tidak berucap kecuali dalam hal yang disitu ada keuntungan dan kebaikan untuk agama seseorang.


Jika seseorang hendak berkata, hendaknya dia perhatikan, apakah perkataannya itu mendatangkan faedah atau tidak? Jika faedah tidak ada disitu, dia menahan diri dari mengatakannya. Jika dia menilai ada faedah di dalamnya, hendaknya dia pikirkan kembali, apakah ada perkataan yang lebik baik dari perkataan yang mau dikatakannya tadi? Jika ada hendaknya dia pilih yang lebih baik dan lebih berfaedah darinya.


Apabila ingin mengetahui isi hati seseorang, engkau bisa perhatikan bagaimana lisannya; karena lisan akan mencerminkan apa yang ada di dalam hati, disadari atau tidak oleh si pemilik.” [Al Jawab Al Kafy hal.230-234]


Betapa banyak simpul persaudaraan dan persahabatan yang awalnya erat menjadi terurai lantaran perkataan yang tidak difilter dan ditimbang oleh pemiliknya, bahkan tidak jarang malah berujung kepada pertikaian verbal atau penganiyaan fisik.


Pembaca Alukatsir.com yang Allah muliakan, itu sekelumit dampak yang bisa timbul dari lisan yang tidak terkontrol dan itu masih sebatas hubungan sesama manusia, masih di luar ranah tauhid. Lantas, bagaimana kiranya dampak buruk ucapan lisan ketika menyerempet perkara tauhid? Tentunya hal itu lebih fatal dan membahayakan pondasi tauhid seorang hamba ataupun mengikis kesempurnaan tauhidnya.


Menjaga lisan agar tidak melontarkan ucapan yang dapat mencederai pondasi tauhid maupun mengikis kesempurnaan tauhid yang dipupuk adalah suatu keniscayaan. Jangan sampai level tauhid yang kita upayakan selama ini menjadi turun lantaran perkataan-perkataan yang tidak diperhatikan dan terlontar keluar dari lisan kita dengan mudahnya.




Oleh karena itu, penting kiranya kita mengetahui beberapa contoh ucapan yang kita harus hindari agar lisan kita tidak mengucapnya. Berikut ini sejumlah contoh perkataan yang berseberangan dengan keindahan dan kemurnian tauhid yang dimiliki oleh hamba yang hakiki:


Ucapan Yang Dapat Mencederai Tauhid Anda Atau Mengurangi Kesempurnaannya


1. Meminta tolong atau mengajukan permohonan kepada manusia yang telah meninggal dunia


Seperti seseorang berkata: “Madad (tolong) ya Rasulullah!” atau “Madad ya Sayyidina Husain!”atau “Madad ya Syaikh Fulan!


Perkataan seperti ini salah satu bentuk doa/permintaan kepada selain Allah. Hal ini tentunya terlarang dan bertentangan dengan tauhid dimana poros utama dari tauhid sendiri adalah pemurnian ibadah untuk Allah semata dan doa merupakan bagian dari ibadah.


Mengutarakan permohonan kepada selain Allah dalam keadaan yang dimintai tersebut telah wafat maka hal yang demikian tidak diperkenankan di dalam syariat Islam. Allah menyatakan:


وَٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ مَا يَمۡلِكُونَ مِن قِطۡمِيرٍ • إِن تَدۡعُوهُمۡ لَا يَسۡمَعُواْ دُعَآءَكُمۡ وَلَوۡ سَمِعُواْ مَا ٱسۡتَجَابُواْ لَكُمۡۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يَكۡفُرُونَ بِشِرۡكِكُمۡۚ


“Dan orang-orang yang kalian seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaan kalian. Dan pada hari kiamat kelak, mereka akan mengingkari perbuatan syirik kalian ini.” [QS. Fathir: 13-14]


Syaikh Abdurrahman As Sa’dy rahimahullah berkata mengenai tafsir ayat ini: “Sesembahan yang tidak memiliki kuasa atas sesuatu, baik itu banyak maupun sedikit seperti kulit ari dari biji kurma sekalipun, bagaimana mungkin dipanjatkan kepadanya sebuah permohonan!?


Beliau kemudian melanjutkan:


ومع هذا { إِنْ تَدْعُوهُمْ } لا يسمعوكم لأنهم ما بين جماد وأموات وملائكة مشغولين بطاعة ربهم. { وَلَوْ سَمِعُوا } على وجه الفرض والتقدير { مَااسْتَجَابُوا لَكُمْ } لأنهم لا يملكون شيئا، ولا يرضى أكثرهم بعبادة من عبده، ولهذا قال: { وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ } أييتبرأون منكم


“Meskipun kenyataannya demikian, jika kalian menyeru mereka niscaya mereka tidak bisa mendengar kalian karena mereka tidak lebih dari benda mati (patung) atau orang meninggal ataupun malaikat yang sibuk dengan ketaatan kepada Rabbnya. Bahkan seandainya mereka bisa mendengar (permohonan kalian) niscaya mereka tidak akan memenuhi permohonan kalian lantaran mereka tidak memiliki kemampuan dan kuasa sedikitpun. Sebagian mereka juga tidak ridha atas perbuatan ubudiyah yang dilakukan oleh penyembah mereka. Oleh karenanya, Allah mengabarkan bahwa kelak di hari kiamat mereka akan berlepas diri dari kalian.” [Tafsir Sa’di hal.686]


Pada ayat di atas, secara jelas disebutkan bahwa doa atau pengajuan sebuah permohonan kepada selain Allah, termasuk kepada benda mati dan manusia yang telah wafat dihukumi sebagai perbuatan syirik kepada Allah Ta’ala.


Allah Jalla Jalaluhu juga berfirman di ayat lain:


وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّن يَدۡعُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا يَسۡتَجِيبُ لَهُۥٓ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَهُمۡ عَن دُعَآئِهِمۡ غَٰفِلُونَ


"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?" [QS. Al Ahqaf: 5]

2. Bersumpah dengan selain Allah


Bersumpah dengan tidak menggunakan nama dari nama-nama Allah itu terlarang, termasuk syirik kecil, seperti orang yang berkata: ‘’demi Allah dan demi Rasulullah’’ atau ‘’demi Nabi Muhammad’’ atau “demi Sayyidina Ali” atau ‘’demi Waliyullah fulan‘’ atau ‘’sumpah demi bapak saya’’ atau ‘’sumpah demi alex’’ atau "sumpah demi pocong" dan sebagainya.


Bersumpahlah dengan nama dari nama-nama Allah seperti ‘’demi Allah’’ atau ‘’demi Ar Rahman’’ atau ‘’demi Rabb yang jiwaku ada di tanganNya’’ dan seterusnya. Hal itu karena sumpah bagian dari ibadah karena disitu ada pengagungan terhadap nama yang digunakan untuk bersumpah.


Rasulullah  memberikan peringatan perihal kekeliruan dalam bersumpah:


مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ


“Siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka dia telah berbuat syirik.” [HR. Abu Daud no.3251 dan Tirmizi no.1535]


Di kesempatan lain, Rasulullah  memerintahkan terkait aturan bersumpah:


مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ


Barangsiapa hendak bersumpah maka hendaknya ia bersumpah dengan (nama) Allah atau ia diam saja. [HR. Bukhari no.2679 dan Muslim no.1646]


Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan hadis ini, beliau berkata:


قال العلماءالسر في النهي عن الحلف بغير الله أن الحلف بالشيء يقتضي تعظيمه، والعظمة في الحقيقة إنما هي لله وحده، وظاهر الحديث تخصيص الحلف بالله خاصة، لكن قد اتفق الفقهاء على أن اليمين تنعقد بالله وذاته وصفاته العلية، واختلفوا في انعقادها ببعض الصفات كما سبق


Para ulama menjelaskan: “Alasan utama di balik larangan bersumpah dengan selain Allah adalah hakikat dari suatu sumpah dimana ada takzim (pengagungan) terhadap nama yang digunakan untuk bersumpah. Sedangkan keagungan dan kebesaran itu harusnya ditujukan kepada Allah semata.


Secara eksplisit, hadis ini menunjukkan bahwa sumpah hanya dengan nama Allah saja, namun para fuqaha (pakar fikih) bersepakat mengenai kevalidan sumpah yang menggunakan nama Allah, Dzat, dan SifatNya Maha Tinggi. Dan mereka berselisih dalam masalah kevalidan sumpah dengan sebagian sifatNya sebagaimana telah dibahas. [Fathu Al Bari 11/531]


3. Merendahkan Allah atau mengolok-olok suatu perintah atau larangan Allah ataupun menghina seorang nabi dan rasul utusanNya.


Sebagai makhluk ciptaan Allah, kita wajib mengagungkan Allah selaku Pencipta sekaligus Sesembahan yang haq kita, termasuk dalam hal ini segala aturan yang Allah buat, baik berupa perintah ataupun larangan; merendahkan atau menjadikan suatu perintah atau larangan bahan candaan merupakan sikap tidak menghormati Pemberi titah tersebut, yaitu Allah Azza wa Jalla.


Demikian halnya, merendahkan rasul utusan Allah yang menjadi manusia kepercayaan Allah dalam menyampaikan aturanNya kepada umat manusia; merendahkannya berarti tidak menunjukkan pengagungan terhadap Rabb yang mengutus sang utusan tadi secara tidak langsung.


Makanya, segala ucapan yang mengandung sikap merendahkan harus dihindari karena berseberangan dengan kesungguhan ubudiyah (baca: penghambaan diri) seorang hamba dan kemurnian tauhidnya kepada Allah.


Allah Ta’ala mencela sekaligus melaknat kaum yahudi yang merendahkan Allah dalam pemberian rezeki:


وَقَالَتِ ٱلۡيَهُودُ يَدُ ٱللَّهِ مَغۡلُولَةٌۚ غُلَّتۡ أَيۡدِيهِمۡ وَلُعِنُواْ بِمَا قَالُواْۘ بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيۡفَ يَشَآءُۚ 


“Orang-orang Yahudi berkata, "Tangan Allah terbelenggu (baca: kikir), sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki.” [QS. Al Maidah: 64]


Allah juga memberi peringatan keras kepada orang yang menjadikan agama dan NabiNya bahan gurauan di ayat lain:


قُلۡ أَبِٱللَّهِ وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ


“Katakanlah, "Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan rasulNya kamu berolok-olok?" [QS. At Taubah: 65]


Imam Baghawi rahimahullah menjelaskan mengenai sebab turunnya ayat ini, beliau berkata:


وسبب نزول هذه الآية على ما قال الكلبي ومقاتل وقتادةأن النبي ﷺ كان يسير في غزوة تبوك وبين يديه ثلاثة نفر من المنافقين ،اثنان يستهزئان بالقرآن والرسول ، والثالث يضحك.


"Sebab turunnya ayat ini berdasarkan penjelasan Al Kalby, Muqatil, dan Qatadah: bahwasanya Nabi  sedang dalam perjalanan di peperangan tabuk kemudian ada tiga orang munafik, dua orang asik mengolok-olok Al Quran dan Rasulullah, sedang orang ketiga menertawakan (olokan itu)." [Tafsir Baghawi 4/69]


Tidaklah pantas seorang yang mengaku beriman kepada Allah, menyatakan penghambaan diri kepadaNya namun menjadikan perintah atau larangan ataupun rasulNya bahan candaan dan guyonan; hal ini mengindikasikan kurangnya sikap takzim kepada Allah Ta’ala di diri orang tersebut.


Demikian. Semoga bermanfaat.

Posting Komentar

0 Komentar