Assalamu'alaikum

header ads

Menjadi Hamba Allah Seutuhnya Dalam Berumah Tangga

Segala puji hanya teruntuk Allah. Semoga selawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah beserta segenap keluarga dan sahabatnya hingga akhir dunia kelak.

Pada kesempatan yang berbahagia kali ini, kita akan membahas tema seputar bagaimana kita bisa menjadi hamba Allah seutuhnya ketika berumah tangga?


Jika merujuk kepada judul tema kita, maka ada dua kata kunci di situ, yaitu hamba Allah seutuhnya dan rumah tangga.


Pertama, Hamba Allah Seutuhnya


Hamba dalam bahasa arab disebut ‘abdun, sinonim dari kata hamba adalah budak. Dan budak itu identik dengan kepatuhan dan ketundukan terhadap aturan dan perintah majikannya, tanpa bantahan dan pembangkangan.


Hamba Allah adalah orang yang tersemat pada dirinya ubudiyah kepada Allah.


Ubudiyah itu sendiri ada dua level:


1. Ubudiyah ‘Amah/Qaher

Bersifat global dan menyeluruh di mana seluruh makhluk menjalani takdir dan ketetapan Allah. FirmanNya:


إِن كُلُّ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ إِلَّآ ءَاتِي ٱلرَّحۡمَٰنِ عَبۡدٗا


“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba.” QS. Maryam: 93


Pada level pertama ini, semua makhluk, baik hewan, tumbuhan, malaikat, jin, manusia yang beriman maupun tidak, semuanya berada pada level/tingkatan ini.


2. Ubudiyah Khusus/Mahabbah dan Tha’ah

Level ubudiyah ini bersifat khusus. Seorang hamba yang berpindah kepada level ini mendapat kemuliaan dan kehormatan di sisi Allah.


Level inilah yang mendatangkan kebahagiaan pada diri seseorang di dunia dan di akhirat.


Salah satu dalil yang menunjukkan level ini adalah Surat Al-Furqan: 63


وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ


“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati.”


Inilah level yang berpeluang besar mengantarkan kita untuk menjadi hamba Allah seutuhnya.


Hamba Allah yang berada di level kedua ubudiyah ini juga terbagi dalam tiga tingkatan berdasarkan firman Allah dalam Surat Fatir: 32:


ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ فَمِنۡهُمۡ ظَالِمٞ لِّنَفۡسِهِۦ وَمِنۡهُم مُّقۡتَصِدٞ وَمِنۡهُمۡ سَابِقُۢ بِٱلۡخَيۡرَٰتِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلۡفَضۡلُ ٱلۡكَبِيرُ


“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang berlomba dalam berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”

  • Tingkat terendah: hamba Allah yang tersandera oleh banyak dosa dan maksiat, akan tetapi ia beriman kepada Allah. Siapa saja yang berada di tingkat ini disebut sebagai zalim li nafsih (orang yang menzalimi dirinya)

  • Tingkat menengah: hamba Allah yang belum mampu memperbanyak ibadah sunnah, ia hanya fokus menunaikan ibadah wajib dan meninggalkan perkara haram. Makanya, disebut dengan Muqtashid.

  • Tingkat tertinggi: hamba Allah yang melewati tingkat sebelumnya, selain menunaikan kewajiban dan meninggalkan larangan, ia juga menambah pundi ubudiyahnya dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah dan meninggalkan perkara makruh. Siapa yang mampu mencapai tingkat tertinggi dari ubudiyah khusus ini dinamakan oleh Allah sebagai Sabiq bilang Khairat (orang terdepan dalam kebaikan).
Jadi, hamba Allah seutuhnya adalah siapa saja yang berada di level kedua dari ubudiyah ini yaitu ubudiyah khusus.


Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para ulama sebelumnya seperti Al-Baghawi dan Ibnu Katsir menerangkan bahwa karakteristik yang melekat kuat pada diri hamba Allah di level ini ada 3:

  • Apabila dalam keadaan lapang dan suka ia bersyukur
  • Apabila dalam keadaan sulit dan duka ia bersabar
  • Apabila dalam terlanjur berbuat dosa ia beristigfar


Kedua, Berumah Tangga


Rumah tangga adalah sarana ibadah dan ladang mengumpulkan pundi-pundi pahala serta kesempatan mengimplimentasikan ubudiyah secara total karena bersinggungan dengan sebagian besar lembaran hidup kita.


Rumah tangga akan terasa hambar tatkala kosong dari nilai-nilai ibadah yang diupayakan oleh masing-masing pasangan.


Islam menaruh perhatian besar terhadap keberlangsungan dan keharmonisan rumah tangga muslim.


Suami diingatkan agar menunaikan tanggung jawabnya dan memperlakukan isterinya dengan baik:

"خيركم خيركم لأهله"


“Sebaik-baik kalian adalah siapa yang memperlakukan keluarganya dengan baik.” HR. Tirmizi dan Ibnu Majah


Isteri diperintahkan untuk melayani suaminya dengan baik dan berbakti kepadanya melebihi baktinya kepada ibu bapaknya setelah menikah.


إذا صلت المرأة خمسها، وصامت شهرها، وحفظت فرجها، وأطاعت بعلها قيل لها ادخلي الجنة من أي أبواب الجنة شئت


“Apabila seorang wanita mendirikan shalat lima waktu, berpuasa Ramadan, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, akan dikatakan kepadanya: masuklah Surga dari pintu mana saja yang kamu mau.” HR. Ahmad


Seluruh aspek terkait rumah tangga yang diangkat Islam bertujuan mengantarkan suami isteri kepada ketenangan, kenyamanan, dan kebahagiaan di dunia yang akan mencapai puncaknya ketika kedua pasangan tersebut berkumpul kembali di Surga Allah kelak bersama anak-anak tercinta mereka.


Siapa yang tidak mau itu? Rumah tangga yang bahagia di dunia dan semakin sempurna kebahagiaan tersebut di akhirat?


Setiap keluarga muslim mendambakan hal tersebut. Namun, ada perjuangan dan pengorbanan untuk mencapainya, salah satunya dengan mewujudkan ubudiyah khusus dalam berumah tangga.


Bagaimana mengaktualisasikan ubudiyah kepada Allah dalam rumah tangga?


1. Dengan bersyukur kepada Allah ketika mendapati kondisi rumah tangga Anda baik.


Suami:

Ketika Anda mendapatinya sebagai pribadi yang taat kepada Allah, suka berbuat baik, dan memperlakukan isterinya dengan baik dan penuh kasih sayang, memenuhi tanggung jawabnya terkait nafkah lahir dan batin, maka perbanyaklah rasa syukur Anda wahai isteri saat memiliki suami seperti itu. Salah satu bentuk syukur isteri selain banyak memuji Allah adalah mendukung suami Anda agar tetap berada dalam kondisi taatnya, bahkan doronglah ia untuk lebih taat kepada Allah.


Anak:

Ketika Anda menilai buah hati Anda tumbuh menjadi anak yang baik perilaku dan sehat jasmaninya, maka perbanyaklah memuji Allah dan bersyukurlah atas nikmat besar itu.


Harta benda:

Ketika Anda memiliki perabot yang cukup, rumah yang nyaman walau kecil, ada makanan untuk disantap maka perbanyaklah ibadah syukur Anda.


لَئِن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِيدَنَّكُمۡۖ


“Sungguh jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” QS. Ibrahim: 7


مَنْ أصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا في سربِهِ، مُعَافَىً في جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا بِحَذَافِيرِهَا


“Siapa di antara kalian yang berada di waktu pagi dalam keadaan aman di tempat tinggalnya, sehat jasmaninya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan seluruh dunia ini telah diberikan kepadanya.” HR. Tirmizi dan Ibnu Majah


2. Dengan bersabar kepada Allah apabila mendapati hal-hal sebaliknya pada diri suami Anda, anak Anda, dan finansial Anda.


Tumbuhkanlah kesabaran Anda di saat-saat sulit dalam rumah tangga Anda. Karena ketika Allah menyukai hambaNya maka Allah akan timpakan beragam cobaan kepadanya untuk menguji kesungguhan ubudiyah si hamba.


إن عِظَمَ الجزاءِ مع عِظَمِ البلاءِ، وإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم، فمن رَضِيَ فله الرِضا، ومن سَخِطَ فله السُّخْطُ


“Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian, dan jika Allah mencintai suatu kaum, Dia pasti menguji mereka; siapa yang rida maka baginya keridaan (Allah) dan siapa yang murka maka baginya kemurkaan (Allah)." HR. Tirmizi dan Ibnu Majah


Itulah ujian Anda sebagai isteri yang harus Anda jalani. Bulaktkan tekad Anda agar bisa lulus dengan baik dalam ujian rumah tangga Anda.


Terkadang, isteri diuji dengan kurang lembutnya perlakuan atau minimnya kepekaan suaminya terhadap perasaan dan kebutuhannya.


Terkadang, ujian isteri dalam bentuk buah hatinya yang sering sakit atau mengalami keterlambatan tumbuh kembangnya.


Terkadang pula, Allah berikan ujian kepada isteri berupa kekurangan terkait harta.


Bersabarlah, karena hanya melalui ibadah sabar lah badai cobaan akan berlalu.


Lihat bagaimana ketabahan dan kesabaran Hajar ketika sang suami, Nabi Ibrahim, diperintahkan Allah agar meninggalkan isteri dan bayinya di padang yang tandus.


Dengan hati yang penuh keyakinan kepada Allah dan kesabaran jiwa ia bertanya:

آلله أمرك بهذا؟


Apakah Allah yang memerintahkanmu duhai suamiku? Kalau iya maka Allah pasti tidak akan menyia-nyiakan kami di sini.


3. Beristigfarlah ketika masih terdapat kekurangan pada diri dalam menunaikan kewajiban agama dan rumah tangga atau ketika terlanjur menerjang larangan Allah.


Perbanyaklah istigfar kepada Allah atas kekurangan diri dalam menunaikan hak Allah atau hak suami Anda karena dosa mendatangkan petaka.


وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ 


“Musibah apapun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri.” QS. Syura: 30

 

Hapuslah segera dosa dengan beristigfar dan minta ampunan Allah setiap kali Anda terkalahkan oleh nafsu atau tergoda oleh setan.


Sungguh dosa mendatangkan dampak buruk terhadap rezeki, Nabi  bersabda:


"إن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه"

“Seorang hamba terhalang dari rezekinya akibat dosa yang dilakukannya.” HR. Ahmad


Sebagian salaf mengingatkan:

"إني لأعصي الله فأرى ذلك في خلق دابتي وامرأتي"


“Sungguh ketika aku melakukan maksiat, aku mendapati pengaruhnya terhadap perubahan buruk tungganganku dan isteriku.”


Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menyatakan: “Maksiat menghancurkan rumah yang awalnya makmur, menghilangkan banyak nikmat yang tampak maupun tidak. Betapa berat hukuman dan kesudahan yang buruk darinya. Betapa mudah ia menghanguskan nikmat yang awalnya ada lalu mengakibatkannya terganti dengan musibah.” 


Berhati-hatilah wahai isteri, janganlah memandang remeh kewajiban Anda sebagai hamba Allah dan sebagai isteri. Bisa jadi pertengkaran dan permasalahan rumah tangga disebabkan oleh dosa yang dilakukan oleh isteri atau suami.


Rasul  mengingatkan:

"ما تواد اثنان ففرق بينهما إلا بذنب يحدثه أحدهما."


“Demi (Allah) yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman tanganNya, tidaklah dua orang yang semula saling mengasihi kemudian bertengkar melainkan akibat dosa yang dilakukan oleh salah satunya.” HR. Ahmad dan disahihkan Syekh Albani


Demikian kajian kita kali ini, semoga Allah yang Maha Pengasih menolong kita dalam menggapai derajat hambaNya seutuhnya dan memudahkan kita dalam meraih tujuan rumah tangga muslim. Amin


Semoga bermanfaat.


Catatan:

Artikel ini berasal dari materi yang disampaikan penulis di Kajian Ummahat Madinah pada tanggal 3 Rabiulawal 1444 H/30 Septermber 2022 M di Istirahah Layan


Disusun oleh Syadam Husein Alkatiri -waffaqahullah wa ghafara dzanbah-


Posting Komentar

0 Komentar