Assalamu'alaikum

header ads

Hari Ke-8

Faedah 13: Orang Yang Berilmu Itu Ada 3 Model, Kenali Ciri Masing-masingnya

Hari ini adalah hari kedelapan. Sebenarnya saya cukup sibuk hari ini, hampir meliburkan diri dari program menulis 30 hari di blog, namun karena mulai merasa ada yang ‘kurang’ di pikiran saya dan mulai muncul sesuatu yang 'mengganjal' di hati jika tidak menuliskan walau sedikit, akhirnya tulisan ini pun terangkai juga.

Saya sempat mendengar nama suatu judul buku yang dikarang oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah. Judul bukunya adalah Kasyfu Al-Kurbah fi Washfi Ahli Al-Ghurbah yang dicetak bersama dengan karya-karya beliau yang lain. Saking penasarannya dengan isinya, saya berusaha menelusuri dunia maya sembari berharap mendapatkan pdf dari buku ini.

Alhamdulillah setelah sekian detik berlalu dari pencarian di laman google, saya mendapatkan apa yang dicari. Saya sempatkan membacanya pada pagi hari karena waktu tersebut biasanya anak-anak belum bangun dari tidur mereka sehingga suasana sangatlah kondusif untuk bersua dengan buku dan menyelami isinya.

Selesai membaca buku ini, rasa penasaran saya pun akhirnya terobati. Isinya sangat berbobot mengingat pengarangnya adalah ulama yang tidak diragukan lagi keluasan ilmunya. Hampir tidak ada penuntut ilmu yang belum mengetahui tentang beliau atau buku-buku fenomenalnya.

Satu faedah yang saya ingin angkat pada postingan kali adalah terkait apa saja model orang berilmu agar kita yang awam dapat menyadari mana yang betul-betul orang berilmu yang tulus dalam menyampaikan ilmunya, bukan orang yang berilmu tetapi memiliki ambisi terselubung di balik statusnya sebagai seorang yang berilmu.


Ibnu Rajab rahimahullah membawakan sebuah atsar (perkataan) sahabat yang mulia yaitu Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu tentang 3 jenis orang yang berilmu. Menurut sahabat Nabi ini, orang yang memiliki ilmu agama itu terbagi jadi 3 jenis:

Pertama: orang yang  berilmu tetapi terliputi syubhat (baca: kerancuan) pada dirinya di mana ia tidak mampu membedakan mana yang benar sehingga seringkali muncul keraguan pada hatinya setiap kali mendapati suatu syubhat.

Orang seperti ini mudah sekali terombang ambing ketika syubhat menerpanya sehingga tergiring ke dalam pusaran kebimbangan dan keraguan. Pada akhirnya, ia justru melakukan kesesatan dan kebidahan.

Kedua: orang yang berilmu tetapi ternodai oleh ambisi duniawi dan hawa nafsu. Orang jenis ini dapat dibagi lagi menjadi dua model:

  • Model pertama adalah orang yang mengais dunia dengan memanfaatkan ilmu agamanya. Ia menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mengisi pundi-pundi harta.
  • Model kedua adalah orang yang pikirannya hanya tertuju pada harta dan uang saja. Ia berilmu tetapi yang ada di benaknya hanya bagaimana mengisi penuh kantongnya dengan uang dan mengumpulkan pundi hartanya saja. (Bedanya dengan model pertama adalah yang pertama menjadikan ilmunya alat untuk mengejar ambisinya sementara yang kedua tidak menjadikannya alat tetapi yang mendominasi benak pikirannya berkisar tentang uang). 

Kedua model orang ini sangat tidak layak untuk dijadikan sebagai guru yang diambil ilmunya, mereka itu ibarat hewan. Makanya, Allah memberikan permisalan orang yang mengetahui Taurat akan tetapi tidak memanfaatkan isinya seperti seekor keledai yang membawa buku di punggungnya.

Demikian halnya alim yang buruk lagi tidak memperdulikan ayat-ayat Allah, dan lebih memilih gegap gempita dunia serta menuruti hawa nafsu dan ambisi duniawinya, ia diibaratkan sebagai seekor anjing oleh Allah. Dan dua hewan tadi adalah serendah-rendah hewan.

Ketiga adalah orang yang berilmu yang bersungguh-sungguh dalam mengemban ilmunya, menaruh perhatian besar kepada ilmunya, menunaikan tugasnya dalam menyampaikan hujah Allah kepada umat manusia. Mereka ini sangatlah sedikit jumlahnya akan tetapi sangatlah besar kedudukannya di sisi Allah.

Ibnu Rajab lalu menyatakan bahwa terdapat keterangan dari Hasan Al-Bashri yang mendekati perkataan Ali bin Abi Thalib di atas.

Beliau mengatakan: “Para qari Alquran itu ada tiga tingkat: ada yang menjadikan Alquran sebagai barang dagangannya demi mengumpulkan uang. Ada yang sekadar pandai membacanya tetapi menerjang batasan-batasan yang terdapat di dalamnya dan mengejar kedudukan melaluinya; dan tingkat ini sangat banyak dijumpai. Ada pula tingkat yang terakhir di mana mereka betul-betul memanfaatkan Alquran sebagai penawar dan meletakkannya pada penyakit yang awalnya menghinggapi hati mereka lalu mereka tercerahkan sehingga muncul rasa takut kepada Allah dan rasa sedih (atas ketidakoptimalan mereka). Tingkat yang ketiga inilah yang akan meraih kucuran (rahmat) Allah dan pertolongan-Nya dalam menghadapi musuh-musuh mereka.”

Demikian terjemahan dengan beberapa gubahan dari buku yang sarat akan faedah ini. Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang berilmu dan Allah meridai ilmu yang ada pada diri kita, sedikit maupun banyak, serta memudahkan kita semua untuk menghilangkan segala noda dalam hati kita, Amin.

Semoga bermanfaat.

 

Kota Nabi, 22 Januari 2023

Syadam Husein Alkatiri

Posting Komentar

0 Komentar