Assalamu'alaikum

header ads

Sesi 6 Kaidah Keempat Membandingkan Dua Hal

Memahami Hakikat Tauhid dan Kemusyrikan: Kaidah Keempat Kitab Al-Qawa'id Al-Arba'

Disusun oleh Dr. Syadam Husein Alkatiri -waffaqahullah wa ghafaralah-

Pada tulisan kali ini, kita akan membahas kaidah terakhir dari empat kaidah dalam memahami hakikat tauhid dan kemusyrikan. Kaidah keempat ini menjadi penyempurna pemahaman seputar kemusyrikan.

Kaidah Keempat: Kemusyrikan Kaum Masa Kini Lebih Parah dari Kaum Terdahulu

Mari kita baca kaidah keempat yang dijabarkan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah:

"Kaum musyrikin di zaman kita sekarang lebih parah dalam melakukan kemusyrikan dibandingkan dengan kaum musyrikin terdahulu di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini karena kaum musyrikin terdahulu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah dalam keadaan lapang, namun beribadah kepada Allah dengan ikhlas ketika mereka mengalami kesulitan. Sementara itu, orang-orang musyrik pada zaman sekarang senantiasa melakukan kemusyrikan baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan susah."

Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala dalam Surat Al-Ankabut ayat 65:

 

 {فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ}

Artinya: "Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) menyekutukan Allah."

Setelah mengutip ayat ini, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menutup tulisannya dengan: "Berakhirlah tulisan ini, semoga selawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabat-sahabat beliau."


Perbandingan Kemusyrikan Masa Lalu dan Masa Kini

Pembaca Alukatsir.com yang dirahmati Allah, kaidah keempat ini menjelaskan perbedaan signifikan antara fenomena menduakan Allah pada masa Jahiliyah dan masa-masa setelahnya. Orang-orang musyrikin di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki satu keunikan yang membedakan mereka dari orang-orang setelahnya.

Pada kaidah pertama, kita telah memahami bahwa mereka mengakui Allah sebagai Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam semesta. Mereka tahu dan yakin akan hal ini.

Penerapan keyakinan ini terlihat pada kaidah keempat: ketika mereka berada dalam kondisi lapang, mereka menduakan Allah Ta'ala. Mereka tidak memurnikan doa mereka kepada Allah semata, melainkan mengalihkan pandangan kepada tuhan-tuhan mereka di muka bumi, seperti patung Lata, Uzza, Manat, dan ratusan patung lainnya yang ada di sekitar Ka'bah dan di setiap perkampungan.

Namun, ketika mereka berada dalam kesulitan atau kondisi genting, seperti yang disebutkan dalam Surat Al-Ankabut, saat kapal mereka terombang-ambing oleh ombak dan badai di lautan, mereka sudah pasrah antara hidup dan mati. Pada saat itu, yang ada di pikiran mereka adalah keyakinan pertama: Allah-lah yang mengatur alam semesta dan segala peristiwanya. Mereka serentak dan sepakat untuk hanya berdoa kepada Allah. Mereka melupakan tuhan-tuhan yang selama ini mereka sembah. Ini menunjukkan bahwa orang-orang musyrikin di masa Jahiliyah masih mengingat Allah di masa sulit dan genting; mereka tidak menduakan Allah.

Namun, begitu Allah menyelamatkan mereka kembali ke daratan, mereka langsung memalingkan pandangan kepada tuhan-tuhan yang selama ini mereka sembah, artinya kembali berbuat kemusyrikan.

Mengapa mereka melakukannya? Alasannya ada pada kaidah kedua. Ketika sudah tiba di daratan, mereka mulai tenang, dan syubhat di kepala mereka kembali menguat. Dorongan fitrah yang mendorong mereka kembali kepada Allah saat sulit, kini dikalahkan oleh dorongan syubhat dan syahwat. Mereka kembali menganggap tidak pantas untuk langsung meminta kepada Allah dan merasa harus mencari perantara atau penghubung antara diri mereka dengan Allah, Tuhan semesta alam, karena merasa tidak pantas untuk meminta langsung.

Kondisi ini berbeda dengan orang-orang yang menduakan Allah setelah zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, terutama di zaman belakangan. Kaum musyrikin di zaman sekarang, menurut Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, kesyirikan mereka bersifat tetap.

Mereka menduakan Allah di dua kondisi: baik dalam kondisi lapang maupun dalam kondisi genting atau sulit, baik ketika tidak ada masalah hidup atau ketika sedang menghadapi masalah berat. Oleh karena itu, praktik kemusyrikan di zaman belakangan ini tentunya lebih berat dan dahsyat.



Bentuk-Bentuk Kemusyrikan yang Beragam

Penting untuk diingat bahwa praktik kemusyrikan tidak hanya sebatas menyembah berhala, sebagaimana dijelaskan pada kaidah ketiga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus ke muka bumi untuk menghadapi beragam bentuk kemusyrikan: ada yang menyembah malaikat, nabi, orang saleh, berhala, batu, pohon, dan sebagainya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan; beliau memerangi semua bentuk kemusyrikan ini. 

Ini menepis anggapan bahwa di zaman sekarang tidak ada kemusyrikan karena praktik menyembah berhala sudah tidak ada di kalangan kaum muslimin. Namun, praktik-praktik lain yang dikategorikan menduakan Allah Ta'ala tetap ada.

Contoh sederhana adalah riya dalam salat. Seseorang salat, tujuannya memang untuk Allah, tetapi tidak murni untuk Allah. Ada ambisi terselubung atau tujuan lain selain Allah Ta'ala, seperti pujian, validasi, atau membangun relasi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


{إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ}

Artinya: "Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah syirik kecil itu?" Beliau menjawab, "Riya (pamer)." (HR. Ahmad)

Riya' dikatakan bagian dari kesyirikan karena pelakunya "main dua kaki," memiliki dua niat. Jika cinta, dibagi dua; jika takut, dibagi dua; jika ibadah, dibagi dua; jika doa, dibagi dua. Doa tidak hanya dialamatkan kepada Allah, tetapi juga kepada selain Allah Ta'ala. Inilah hakikat kesyirikan.

Tidak dipungkiri bahwa menduakan Allah ketika lapang lebih ringan daripada menduakan Allah di kala lapang dan sulit. Oleh karena itu, wajar apabila Nabi Ibrahim alaihis salam, kekasih terdekat Allah Ta'ala, yang sudah dijamin masuk surga dan keimanannya diakui serta dipuji oleh Allah, berdoa kepada Allah Ta'ala. Beliau adalah salah satu dari dua makhluk yang diberi status Khalilurrahman (kekasih terdekat Allah), bersama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Nabi Ibrahim alaihis salam saja berdoa, sebagaimana dalam Surat Ibrahim ayat 35:

 

{وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ}

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.'"

Ayat berikutnya, Surat Ibrahim ayat 36:

 

{رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ ۖ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي ۖ وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ}

Artinya: "Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia; maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya dia termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Hal ini sangat dipahami. Ketakutan Nabi Ibrahim alaihis salam dari penyembahan selain Allah Ta'ala sangat besar karena beliau melihat langsung bagaimana kesyirikan menghilangkan akal sehat. Ketika syubhat-syubhat kesyirikan merasuk ke benak seseorang, akal sehat akan hilang. Contohnya, orang Quraisy yang membuat patung berhala dari gandum, lalu memakannya saat kelaparan.

Nabi Ibrahim alaihis salam sendiri dilahirkan dari ayah yang membuat patung-patung berhala. Beliau menyaksikan hal itu sejak lahir, namun Allah Ta'ala memberikan hidayah kepadanya. Nabi Ibrahim pernah mengajak dialog ayahnya: "Wahai Ayah, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat, tidak dapat mendengar, bicara, dan tidak dapat menolak marabahaya?" (QS. Maryam: 42). Namun, ditolak mentah-mentah.

Metode ini juga digunakan Nabi Ibrahim ketika menyadarkan kaumnya. Ketika kaumnya beramai-ramai merayakan hari perayaan, Nabi Ibrahim alaihis salam tidak ikut dan menghancurkan semua patung berhala kecuali yang paling besar, lalu mengalungkan kapak di lehernya. Ketika kaumnya kembali dan terkejut melihat berhala-berhala hancur, mereka menginterogasi Ibrahim.

Nabi Ibrahim dengan tenang menjawab: "Bukan aku. Justru yang melakukan ini semua itu kayaknya Tuhan yang paling besar ini. Ada buktinya, kapak itu ada di situ." Kaumnya sadar bahwa patung besar itu tidak mungkin melakukannya karena patung tidak bisa bergerak, berbicara, atau melakukan apa pun. Mereka terdiam, mati kutu. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menghukum Nabi Ibrahim dengan membakarnya hidup-hidup. Dari sinilah kita memahami betapa Nabi Ibrahim alaihis salam sangat paham akan hakikat kemusyrikan, sehingga beliau berdoa agar dirinya dan anak keturunannya dijauhkan dari menduakan Allah Ta'ala.

Contoh-Contoh Kemusyrikan dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk memperdalam pemahaman kita terhadap empat kaidah ini, mari kita bahas beberapa contoh aplikatif:

A. Contoh Kemusyrikan dalam Kondisi Lapang

 * Memasang atau Membawa Jimat: Seseorang memasang jimat di rumahnya atau membawanya ke mana-mana, meyakini jimat itu akan mendatangkan rezeki, keberuntungan, atau kekebalan. Ini termasuk syirik karena hatinya menjadi tergantung pada jimat tersebut, yang tidak ada hubungannya dengan mendatangkan manfaat atau menolak keburukan, baik secara syariat maupun ilmiah. Orang ini menduakan Allah Ta'ala ketika dalam kondisi lapang.

 * Memeriksa Ramalan Zodiak/Astrologi: Sebagian orang memeriksa ramalan zodiak atau astrologi setiap hari untuk mencari petunjuk tentang keberuntungan atau nasib baik. Ketika mereka mendapati ramalan yang positif, mereka menggantungkan harapan keberuntungan bukan kepada Allah Ta'ala, melainkan kepada ramalan tersebut. Ini adalah praktik menduakan Allah.

 * Membuat Makanan untuk Makhluk Halus/Roh Leluhur: Membuat makanan untuk dihidangkan kepada makhluk halus atau roh leluhur (misalnya kopi, rokok, nasi tertentu) dan ditaruh di bawah pohon angker, tempat gelap, atau sudut rumah, dengan tujuan agar makhluk gaib tersebut memberikan keberkahan atau panen melimpah. Ini termasuk kemusyrikan karena keberkahan dan rezeki hanya Allah Ta'ala yang kuasa memberikannya.

 * Menggunakan Kalung/Gelang untuk Penjaga: Menggunakan gelang, cincin, atau kalung dengan tujuan mencegah penyakit atau melindungi dari bahaya dan petaka. Baik laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak, jika menggunakan benda-benda ini dengan keyakinan memiliki kekuatan supranatural untuk melindungi, ini adalah praktik menduakan Allah Ta'ala.

B. Contoh Kemusyrikan dalam Kondisi Sulit (Lebih Parah)

 * Pergi ke Dukun/Paranormal: Ketika menghadapi masalah ekonomi, penyakit kronis, atau masalah keluarga, sebagian orang memilih pergi ke dukun atau paranormal untuk meminta solusi. Mereka datang dengan keyakinan bahwa dukun atau paranormal tersebut memiliki kesaktian. Ini adalah praktik menduakan Allah Ta'ala ketika sedang dalam kesulitan. Padahal, Allah Ta'ala mendatangkan kesulitan agar hamba-Nya kembali kepada-Nya.

 * Berziarah ke Makam untuk Meminta Pertolongan: Ketika mengalami kesulitan besar seperti musibah alam atau masalah kesehatan, sebagian orang memilih berziarah ke makam tertentu dan meminta pertolongan kepada orang yang ada di makam tersebut agar masalah mereka terselesaikan. Ini juga termasuk menduakan Allah Ta'ala.

 * Melakukan Ritual untuk Menghentikan Bencana: Melakukan ritual-ritual saat menghadapi bencana alam (seperti gempa bumi atau banjir) dengan memanggil roh-roh atau arwah leluhur agar menghentikan bencana. Tidak ada yang kuasa menghentikan bencana kecuali Allah Ta'ala.

 * Melakukan Praktik Pesugihan: Seseorang ingin cepat kaya dengan jalan pintas, menggunakan praktik pesugihan dengan mempersembahkan sesajen atau korban (hewan, bahkan anggota keluarga) kepada makhluk halus untuk mendapatkan kekayaan. Ini adalah praktik menduakan Allah Ta'ala dalam meminta kekayaan. Jika ingin kekayaan, mintalah kepada Allah Ta'ala, karena Dia Maha Kuasa mengubah nasib seseorang.

Contohnya adalah kisah sahabat Abdurrahman bin Auf radhiyallahu Ta'ala 'anhu. Beliau meninggalkan Makkah ke Madinah tanpa membawa harta benda. Namun, Allah Ta'ala menjadikannya kaya raya dalam waktu singkat. Beliau bahkan berkata:

“Sungguh aku melihat diriku seakan dikejar-kejar oleh kekayaan. Jika aku bersedekah dengan harta yang aku berikan di pagi hari, aku melihatnya berlipat ganda di sore hari." (Disebutkan oleh Ibnu Rajab al-Hanbali)

Beliau berusaha mengurangi hartanya dengan menginfakkannya di jalan Allah Ta'ala karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa hisab orang kaya akan lebih lama. Namun, Allah terus melimpahkan rezeki kepadanya. Ini menunjukkan bahwa keyakinan harus tertuju hanya kepada Allah Ta'ala.

 * Pergi ke Dukun untuk Menghancurkan Saingan: Beberapa orang pergi ke dukun untuk melakukan santet atau guna-guna terhadap saingan bisnis atau cinta. Mereka percaya bahwa kekuatan gaib dukun bisa menghancurkan musuh, padahal hanya Allah Ta'ala yang berhak mengatur nasib seseorang.

 * Mempercayai Hari atau Tanggal Tertentu untuk Keberuntungan: Memilih hari atau tanggal tertentu untuk memulai sesuatu (misalnya pernikahan) atau menghindari tanggal tertentu karena dianggap "sial." Ini adalah praktik menduakan Allah Ta'ala karena meyakini pengaruh dari hari, tanggal, waktu, atau tempat dalam mendatangkan manfaat atau mudarat, padahal itu sama sekali tidak ada hubungannya dalam syariat Islam.

Semoga contoh-contoh ini dapat kita pahami, dan semoga kita semua, anak istri, serta keturunan kita terhindar dari praktik menduakan Allah Ta'ala dalam segala hal. Semoga Allah Ta'ala memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua hingga ajal menjemput kita masing-masing. Amin ya Rabbal Alamin.

Semoga bermanfaat.

Catatan:

Sumber tulisan ini berasal dari kajian yang diselenggarakan di Masjid Salman Al-Farisi, Banjarbaru Kalimantan Selatan

https://www.youtube.com/live/TbU24WsH4iY?si=CFbQmEEw0HqovJqm

 


Posting Komentar

0 Komentar