Assalamu'alaikum

header ads

Bila Harus Memilih

Dalam dinamika kehidupan, kita sering kali berhadapan dengan sebuah pilihan atau lebih. Terkadang kita harus memutuskan dan menjatuhkan pilihan kita pada salah satu opsi pilihan tersebut.

-  Terkadang seorang pemuda harus memilih antara menikahi gadis pilihan orang tua atau gadis pilihannya sendiri.
-  Terkadang seorang gadis harus menjatuhkan pilihan antara menerima lamaran pemuda yang datang ke Ayahnya atau menolaknya.
-  Terkadang siswa lulusan SMA bimbang memutuskan kemana Ia akan melanjutkan studinya, universitas A atau universitas B.
-    Dan terkadang pula seorang pembeli bingung, membeli suatu barang atau tidak.
Itu semua adalah sedikit kasus dimana seseorang mau tidak mau harus memutuskan pilihannya. Memang dalam mengambil sebuah keputusan, kita mesti pikirkan dan timbang matang-matang agar dikemudian hari tiada kata menyesal terhadap sebuah pilihan dalam kamus hidup kita.

Kehidupan dunia akan selalu menyuguhkan berbagai macam pilihan. Namunkita perlu ingat bahwa kehidupan disini hanyalah sementara, sangat singkat. Simaklah firman Allah Azza wa Jalla berikut ini, bagaimana Sang Pencipta menggambarkan dunia kepada kita, para hambaNya. Allah berfirman:

وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ مَا لَبِثُوا غَيْرَ سَاعَةٍ كَذَلِكَ كَانُوا يُؤْفَكُونَ. 

"Pada hari terjadinya kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah; "mereka tidak berdiam (dalam kubur) melainkan sesaat (saja)". Seperti demikianlah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)". [QS. Arrum: 55]

Allah Ta'ala  juga berfirman yang maknanya: "Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun". [Terjemah QS. Annisa: 77]

Itulah gambaran dunia di mata Allah Azza wa Jalla. Kehidupannya sangat singkat dan kesenangannya pun sebentar. Di ayat yang lain, Allah kembali menegaskan hal ini dengan sebutan tempat kesenangan yang menipu.

"Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia ini hanyalah permainan, suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu". [Terjemah QS. Alhadid: 20]

Dunia yang kita tempati untuk sementara ini juga menjadi ladang beramal kebaikan atau kejelekan, yang mana hasilnya kita akan petik di kehidupan selanjutnya, kehidupan akhirat. Bagai pisau bermata dua, seseorang bisa sukses dan bisa gagal di kehidupan ini.

Renungkanlah dua potong ayat suci Alqur'anul Karim berikut ini:

الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا 

"Merekalah orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya". [QS. Alkahfi: 104]

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

"Kami menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya supaya Kami uji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya". [QS. Alkahfi: 7]

Dunia dan berbagai pilihan didalamnya menuntut kita untuk senantiasa jeli dalam melangkah dan mengambil keputusan. Islam mengajarkan pemeluknya untuk istikharah tatkala menghadapi masalah pelik diantara dua pilihan atau lebih.

"Dahulu Rasulullah mengajarkan kami untuk senantiasa istikharah dalam segala hal" [HR. Bukhari dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma (no. 6382)]

Atthiby rahimahullah mengomentari hadist barusan, beliau berkata: "Konteks hadist Jabir tentang istikharah ini menunjukkan bahwa istikharah itu sangat penting". [Fathul Bari karya Ibnu Hajar (11/ 188)]

Mari kita pelajari lebih dalam arti istikharah dan tata caranya.

Definisi Istikharah 
Secara bahasa kata  Istikharah adalah asal dari kata kerja Istakhara yang terbentuk dari huruf Kha, Ya dan Ra, yang bermakna kecondongan terhadap yang terbaik dari dua hal. [Maqayisul Lughah karya Ibnu Faris (2/ 232)]

Adapun secara istilah Istikharah dapat diartikan sebagai upaya meminta petunjuk dalam memilih yang terbaik dari dua hal bagi siapa saja yang memerlukannya. [Fathul Bari karya Ibnu Hajar (11/ 187)]

Tata Cara Istikharah 
Seseorang yang ingin Istikharah maka yang pertama dia lakukan adalah shalat dua rakaat selain shalat fardhu kapanpun dia mau, baik siang atau malam dengan membaca surat apapun setelah membaca surat Alfatihah. Setelah selesai shalat, dia berdoa kepada Allah dengan memuji Allah dan bershalawat untuk Rasulullah, baru kemudian dia membaca doa yang Rasulullah –shalawatullahi wa salamuhu Alaihi- ajarkan, yaitu:

اللهمّ إنّي أستخيرك بعلمك، وأستقدرك بقدرتك وأسألك من فضلك العظيم؛ فإنّك تقدر ولا أقدر، وتعلم ولا أعلم، وأنت علّام الغيوب، اللهمّ، إن كنت تعلم أنّ هذا الأمر خير لي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري- أو قال فى عاجل أمري وآجله- فاقدره لي، وإن كنت تعلم أنّ هذا الأمر شرّ لي في ديني ومعاشي وعاقبة أمري- أو قال: في عاجل أمري وآجله- فاصرفه عنّي، واصرفني عنه، واقدر لي الخير حيث كان، ثمّ رضّيني به. 

"Ya Allah, Aku meminta yang terbaik dengan ilmu-Mu, Aku meminta kemampuan dengan kuasa-Mu, dan Aku meminta kepada-Mu dengan keutamaan-Mu yang sangat besar. Karena Engkau Maha Kuasa sedang Aku tidak, Engkau Maha Mengetahui sedang Aku tidak dan Engkau Maha Mengetahui setiap perkara gaib.

Ya Allah, jika Engkau melihat hal ini (sebutkan satu pilihan yang diinginkan, pen) baik untuk agamaku, kehidupanku dan baik akibatnya –atau baik untuk sekarang dan nanti- maka mudahkanlah Aku untuk meraihnya.

Akan tetapi jika Engkau melihat hal ini buruk untuk agamaku, kehidupanku dan buruk akibatnya –atau buruk untuk sekarang dan nanti- maka jauhkan Aku darinya dan jauhkan ia dariku, serta mudahkanlah untukku kebaikan dimanapun kebaikan itu berada dan ridhailah Aku dengannya." [HR. Bukhari dari Jabir bin Abdullah (no. 6382)]

Tatkala berdoa maka hendaknya kita memakai doa yang Rasulullah –Shalawatullahi wa Salamuhu Alaihi- ajarkan kepada kita, lafadz doa yang tertera di hadist Jabir –radhiyallahu 'anhuma- tadi karena dengan memakai lafadz doa itu, istikharah kita menjadi lebih sempurna dan lebih pas dengan tuntunan Nabi kita shalawatullahi wa salamuhu 'alaih.

Kenapa Shalat Dulu Sebelum Doa?
Ada hikmah yang terkandung ketika seseorang istikharah dengan mengerjakan shalat dua rakaat terlebih dahulu, yaitu karena shalat adalah hal yang Allah paling sukai dan seorang hamba mempersembahkan amalan yang paling dicintai Allah sebelum mengetuk pintu Allah dengan doa istikharah itu lebih memungkinkan untuk dibukakan.

Ibnu Abi Hamzah rahimahullah  berkata: "Hikmah mengerjakan shalat sebelum doa istikharah ialah karena shalat adalah amalan yang paling bagus untuk dipersembahkan jika seseorang ingin mengetuk pintu Sang Raja, amalan yang mengandung pengagungan terhadap Allah, pujian serta kefakiran seorang hamba kepada Rabbnya sekarang dan seterusnya". [Fathul Bari karya Ibnu Hajar )11/ 189)]

Bagaimana Setelah Istikharah? 
Selepas shalat dan doa istikharah, kita mesti memperhatikan beberapa poin berikut ini:
1.  Menggabungkan istikharah dan istisyarah (meminta pendapat orang lain).
Dengan begitu,  istikharah kita lebih sesuai dengan ajaran Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih.
Sebagian Salaf (ulama dulu) berkata: "Seorang yang matang dalam berpikir adalah orang yang menggabungkan pendapatnya dengan pendapat  para ulama, menggabungkan pola pikirnya dengan pola pikir orang-orang bijak karena terkadang pendapat dan pola pikir sendiri yang berbeda dengan pendapat dan pola orang banyak justru keliru  dan menyesatkan. Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan istikharah dan istisyarah biasanya lelah karena ia meniti jalan sendirian tanpa berbekal sunnah (ajaran) Nabi". [Fiqhus Sunnah  karya Sayyid Sabiq  (1/ 211-212)]
2.  Perlu diingat, setelah istikharah, kita mulai mengerjakan pilihan yang hati kita condong kepadanya, bukan mengambil pilihan yang sedari awal kita pilih berdasar keinginan kita.
Jadi, ketika istikharah, kita memang bimbang untuk memilih. Alasannya, jika sejak awal kita sudah menjatuhkan pilihan maka itu bukan dinamakan istikharah, akan tetapi kita telah memilih pilihan kita, bukan bimbang dan yang kita perlukan adalah berdoa kepada Allah agar dimantapkan saja.
3.  Setelah istikharah, kita tidak perlu menunggu mimpi yang mengarahkan kita untuk memilih salah satu pilihan, akan tetapi kita langsung mengambil pilihan yang hati kita tenang terhadap pilihan itu.
Rasulullah shalawatullahi wa salamuhu 'alaih mengajarkan istikharah dan istisyarah tanpa memerintahkan untuk menunggu mimpi yang dianggap pertanda untuk memilih suatu pilihan.
4.  Kita melakukan istikharah dalam salah satu dari dua kondisi saja, yang pertama adalah ketika kita bingung memilih antara dua hal yang mubah (boleh) dan yang kedua ketika kita bingung mendahulukan antara sesama hal yang mustahab (dianjurkan).
Adapun selain dua kondisi ini maka tidak perlu istikharah, Ibnu Abi Hamzah rahimahullah  berkata: "Istikharah itu hanya untuk hal yang mubah dan hal yang mustahab jika bimbang untuk memulainya (hal-hal yang mustahab tadi), adapun dalam perkara wajib, asal perkara mustahab, perkara haram serta perkara makruh maka tidak perlu istikharah". [Fathul Bari karya Ibnu Hajar (11/ 188)]

Sungguh Tidak Rugi 
Orang yang terbiasa meminta petunjuk Allah dalam melangkah dan memilih maka dia tidak akan rugi karena yang Ia jadikan tempat bersandar dan meminta adalah Rabb yang Maha Mengetahui segala hal, yang berlalu, yang sekarang dan yang akan datang. 

Bagaimana mungkin Ia rugi? Sedangkan Allah lah, Sang penciptanya yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuknya. Allah pula lah yang menuliskan garisan takdir hambanya.

Kasih sayang Allah kepada hambanya jauh melebihi kasih sayang ibu kepada anaknya, sebagaimana tertera didalam hadits Umar radhiyallahu 'anhu. [HR. Bukhari (no. 5999) dan Muslim (no.2754)]

Para Salaf berkata: "Orang yang senantiasa istikharah tidak akan merugi dan orang yang bermusyawarah tidak akan menyesal". [Adabud Dunya wad Din karya Almawardy (309)]

Hal ini senada dengan apa yang diucapkan sebagian orang berilmu: "Siapa yang diberi (taufik dan petunjuk oleh Allah) untuk melakukan empat hal maka dia akan meraih empat hal pula; orang yang bersyukur maka ia mendapat tambahan nikmat, orang yang bertaubat maka ia mendapat qobul (taubat yang diterima), orang yang  istikharah maka ia akan dipilihkan yang terbaik, dan orang yang bermusyawarah maka ia mendapat kebenaran". [Ihya Ulumud Din karya Alghazaly (1/ 206)]

Demikian, Wallahu A'lam bis Shawab wa Shallallahu wa Sallama 'ala Nabiyyina Muhammad. Semoga bermanfaat.

Madinah Munawwarah
Pagi Jum'at, 28 Rabi'uts Tsani 1435 H

Syadam Husein