Assalamu'alaikum

header ads

Satu Faidah Dari Kitab 'Ta'dzimush Shalah'

Pembaca Alukatsir Blog yang dimuliakan Allah, berikut ini adalah satu faidah berharga dari sekian banyak faidah yang bisa dipetik dari kitab Ta'dzimush Shalah karangan seorang syaikh asal Saudi Arabia yang cukup familiar di Indonesia, seorang da'i yang semangat di dalam dunia dakwah, yaitu Prof. Dr. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahumallah.

Sengaja memang, saya hanya cantumkan satu faidah saja disini, meskipun di kitab tersebut ada banyak sekali faidah. Hal ini dikarenakan faidah yang satu ini sangat menarik menurut saya pribadi dan saya baru dapati di kitab beliau ini.
foto liputan6.com

Mungkin, perlu diketahui dahulu bahwa kitab Ta'dzimush Shalah adalah sebuah kitab yang Syaikh Abdur Razzaq karang untuk mengangkat tema seputar shalat. Beliau disini lebih menekankan tentang bahasan-bahasan yang menerangkan kedudukan dan keutamaan ibadah yang agung ini. Beliau tidak membahas fikihnya, baik itu rukun-rukun shalat ataupun tata caranya.

Dan sebatas pengalaman saya ketika diajar oleh beliau di Program Master, Syaikh Abdur Razzaq sendiri adalah orang yang menaruh perhatian begitu besar terhadap perkara shalat. Tidak jarang, beliau mengingatkan saya dan teman-teman sekelas di sela-sela pelajaran beliau akan pentingnya menjaga shalat, terlebih shalat fardhu.

"Sungguh merupakan aib jika seorang talibul 'ilm (penuntut ilmu) tidak menjaga shalatnya, sering masbuq (terlambat satu raka'at atau lebih), atau bahkan malah melewatkan waktu shalatnya hingga waktunya habis", kira-kira seperti itu pesan beliau kepada kami semua di kelas waktu itu.

Bahkan perhatian beliau tentang shalat ini semakin tampak terlihat manakala ujian a'mal sanah (ujian pertengahan semester) tiba. Alih-alih memberikan soal-soal ujian dari mata kuliah Mabahitsul Iman yang diampu, beliau malah meniadakan ujian tersebut dan menggantinya dengan tugas merangkum kitab Ta'dzimu Qadrish Shalah karangan Imam Al-Marwazy rahimahullah.

Nah, di dalam salah satu bab kitab itu, yaitu bab Makanatus Shalah (Kedudukan Shalat), Syaikh membawakan banyak dalil, baik itu berupa ayat-ayat Al-Qur'an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di dalamnya. Tidak lupa pula beliau menyertakan sejumlah atsar (ucapan) para Salafush Shalih.

Di tengah-tengah bahasan inilah faidah itu terdapat. Syaikh hafidzahullah menukil sebuah riwayat hadits dari Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan At-Thabrany rahimahumullah dengan sanad jayyid (tidak lemah). Sebuah hadits yang berasal dari Nabi shallallahu álaihi wa sallam dan dibawakan oleh seorang sahabat beliau yang bernama Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhuma.

Nabi Muhammad pernah berbicara mengenai shalat suatu hari, beliau mengingatkan:

"Barangsiapa menjaganya (shalat) maka ia akan meraih cahaya, petunjuk, dan keselamatan di Hari Kiamat kelak. Adapun orang yang tidak menjaganya baik-baik maka ia tidak akan mendapati cahaya dan petunjuk sedikitpun, dan tidak pula keselamatan. Dan di Hari Kiamat kelak, ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf".

Usai menukil hadits tersebut, Syaikh Abdur Razzaq Al-Badr hafidzahullah berkomentar:

"Disini ada nuktah (faidah yang jarang didapat) yang bagus sekali, yaitu (keterangan) bahwa orang yang meninggalkan shalat itu biasanya tersibukkan dengan sesuatu, baik itu harta bendanya, atau kerajaannya, atau kekuasaannya, ataupun perdagangannya. Oleh karena itu:

Barangsiapa melalaikan shalat karena sibuk dengan hartanya maka ia akan bersama Qarun.

Barangsiapa melalaikan shalat karena sibuk dengan kerajaannya maka ia akan bersama Firáun.

Barangsiapa melalaikan shalat karena sibuk dengan kekuasaanya maka ia akan bersama Haman.

Barangsiapa melalaikan shalat karena sibuk dengan perdagangannya maka ia akan bersama Ubay bin Khalaf".

[Kitab Ta'dzimush Shalah karya Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr (hal. 25)]


Pembaca Alukatsir Blog yang dirahmati Allah, itulah faidah yang disebutkan oleh beliau. Faidah yang menarik perhatian saya karena ia semakin memperjelas kandungan hadits Nabi tadi yang berupa ancaman terhadap orang yang melalaikan atau meninggalkan shalatnya.

Ancaman berupa kebersamaan dengan orang-orang yang dimurkai oleh Allah di Hari Kiamat kelak. Dan orang-orang yang meninggal dunia dalam keadaan Allah telah murka pada mereka lantaran tidak beriman kepada Allah, maka mereka ini akan dimasukkan ke dalam Neraka Jahannam di Hari Kiamat nanti sebagai balasannya.


Siapa yang berkenan tinggal bersama mereka kelak!? Jelas, tidak ada satupun dari kita yang sudi. Namun itulah ancaman keras dari Rasul Utusan Allah kepada umatnya yang melalaikan atau meninggalkan kewajiban shalat.


Mengapa Rasulullah shallallahu álaihi wa sallam mengkhususkan penyebutan nama-nama tadi di hadits beliau yang berisi ancaman agar tidak melalaikan perkara shalat? Apa pasal? Siapakah orang-orang itu?

Sebagaimana diketahui, Qarun adalah orang yang kaya raya di jamannya. Saking kayanya, sampai-sampai kunci gembok gudang hartanya harus dibawa oleh beberapa orang pembantunya. Itu baru kuncinya, belum isi dalamnya.

Namun sangat disayangkan, kekayaannya yang melimpah ruah tersebut tidak mengantarkannya kepada ketaatan dan penghambaan diri pada Rabb yang memberi kekayaan tersebut, yaitu Allah Ta'ala. Dan seagung-agung ibadah setelah mengesakan Allah adalah shalat.

Fir'aun adalah seorang raja di negeri Mesir dahulu. Kisahnya banyak disebut dan diabadikan di dalam Al-Quran Karim sebagai bentuk peringatan terhadap kaum beriman agar tidak terjerumus ke dalam kepongahan dan keangkuhan hingga enggan menyembah Rabb Álamin (semesta). Dia begitu terlena dengan kerajaannya yang terhampar luas menyusuri sungai Nil. Dan seagung-agung ibadah setelah mengesakan Allah adalah shalat.

Adapun Haman, maka ia merupakan seorang 'kaki tangan'nya Firáun yang dipercaya untuk membantunya dalam mengurus negeri Mesir kala itu. Ia diberi kekuasaan oleh Fir'aun. Namun kekuasaanya selaku 'kaki tangan' Firáun atau disebut dengan istilah sekarang sebagai seorang perdana menteri. Ia pun sama dengan rajanya, enggan untuk menerima seruan Nabi Musa agar mengibadahi Allah semata dan seagung-agung ibadah setelah mengesakan Allah adalah shalat. Ia lebih memilih kekuasaannya tersebut ketimbang ajakan Nabi Musa álaihis salam.

Sedangkan Ubay bin Khalaf adalah seorang yang hidup di jaman kenabian Nabi Muhammad shallallahu álaihi wa sallam. Ia tetap bersikukuh untuk berpegang teguh pada ajaran nenek moyangnya dan tidak mau menyembah Allah Ázza wa Jalla.

Semoga Allah menuntun kita semua untuk senantiasa menunaikan dan menjaga shalat-shalat kita. Semoga Sang Ar-Rahim berkenan mengampuni segala dosa dan kelalaian kita selama ini, terkhusus dalam perkara shalat yang mana ia merupakan tonggak penyangga agama. Amin.

Demikian. Dan semoga artikel kali ini bermanfaat buat diri pribadi dan segenap Pembaca Alukatsir Blog. Wassalam.