foto via hdwallsource.com |
Segala pujian tertuju hanya kepada Allah, Rabb yang memberi segala nikmat dan karuniaNya kepada para hambaNya. Shalawat dan salam semoga selalu terhatur untuk junjungan kita, Nabi Mumammad beserta keluarga dan segenap sahabat beliau hingga akhir zaman kelak.
Tidak dapat dipungkiri bahwa belajar di kota Nabi merupakan sebuah nikmat besar yang begitu diidam-idamkan oleh hampir setiap pemuda muslim dimana pun berada. Bagaimana tidak!? Disamping ada banyak alim ulama dan para pakar yang mumpuni lagi memperjuangkan tauhid dan sunnah (metode beragama) Nabi disana, kota ini juga merupakan kota suci kedua umat Islam yang memiliki sejumlah keutamaan.
Bayangkan
saja, bisa menimba ilmu langsung dari majelis-majelis ilmu yang
diadakan di dalam Masjid Nabawi, meraih keutamaan pahala shalat di
Masjid Nabi yang setara dengan 1000 shalat di selain Masjid Nabawi, dan
kesempatan untuk berhaji dan umrah yang begitu terbuka lebar, itu semua
adalah sedikit contoh berbagai keutamaan yang bisa diraih dengan kuliah
di salah satu kampus kebanggaan kota suci ini, Universitas Islam kota
Madinah Nabawiyah ini.
Dengan
segudang keutamaan dan kelebihan belajar di kota tercinta ini, namun
tetap saja ada hal yang sedikit mengusik pikiran saya sehingga saya
ingin menuangkannya disini agar meringankan 'unek-unek' tersebut. Tidak
ada yang salah dengan kampus kebanggaan penduduk kota Madinah itu. Tidak ada yang berbeda
dengan kehidupan di dalam dan di luar kampus tersebut. Tidak ada yang
berubah dengan kurikulum dan para pengajar disana.
Walau
demikian, ada satu hal yang berbeda. Satu sisi dari Universitas Islam
yang sedikit terkikis, yaitu semangat para mahasiswanya. Ini bermula
ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di kota suci ini dan di
kampus ini. Maka perkenankan saya membagi cerita dan pengalaman saya yang tidak
penting itu kepada Anda semua.
***
Itulah Salah Satu Tahun Terindah Saya
Tahun
2008, tepatnya sekitar bulan Agustus adalah satu dari sekian banyak
tahun terindah yang saya alami dalam hidup ini. Bagaimana tidak!? Untuk
pertama kalinya saya berkesempatan melihat langsung kota yang mana
seorang Nabi terbaik pernah menjalani sebagian besar lembaran-lembaran
indah hidupnya disini hingga hembusan nafas terakhirnya.
Untuk
pertama kalinya pula, saya menapakkan kaki di universitas yang telah
menghasilkan banyak juru dakwah yang memperjuangkan dan menyerukan
tauhid di berbagai penjuru dunia. Indonesia adalah salah satunya. Ada
sekitar belasan bahkan puluhan jumlah lulusan Universitas Islam Kota
Madinah ini yang berkiprah dalam dunia dakwah dan pendidikan di negeri
kita, Indonesia sana.
Sebut saja Ustadz Armen Halim Naro rahimahullah,
Ustadz Maududi Abdullah, Ustadz Abu Zubair, dan sejumlah juru dakwah
lain yang berjuang di pulau sumatera sana. Adapula Ustadz Khairullah
Anwar, Ustadz Aiman Abdillah, Ustadz Ahmad Zainudin, dan sejumlah da'i
yang memikul beban dakwah di pulau kalimantan. Begitu pula para Doktor
lulusan kampus ini, Dr. Ali Musri, Dr. Muhammad Arifin Badri, Dr.
Muhammad Nur Ihsan, dan Dr. Syafiq Basalamah, mereka pun turut serta
dalam memajukan dakwah dan pendidikan Indonesia, terkhusus kota Jember.
Dan banyak lagi lulusan Universitas Islam Kota Madinah ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Baiklah,
kembali ke cerita saya. Yang terlintas pertama kali di benak saya
tatkala menginjakkan kaki disana adalah betapa beruntungnya setiap orang
yang terpilih untuk mendapatkan kesempatan menimba ilmu di kampus
kebanggaan dan di kota suci ini. Sungguh merupakan kerugian jika para
pemuda yang dipilih tersebut menyia-nyiakan waktu yang diberikan. Dan
merupakan pengkhianatan amanah belajar yang telah dibebankan oleh
Kerajaan Arab Saudi kepada mereka jika itu tidak dimanfaatkan
betul-betul guna menggali ilmu di kota ini.
Yang
menyambut kedatangan kami, mengarahkan pengurusan berkas kami, dan
membimbing kami, para mahasiswa baru kala itu dengan untaian-untaian
nasihat dan semangat adalah senior-senior kami yang duduk di jenjang
pasca sarjana semisal Ustadz Muhammad Arifin Badri, Ustadz Syafiq
Basalamah, Ustadz Muhammad Nur Ihsan, Ustadz Aspri Rahmat, Ustadz
Abdullah Taslim, Ustadz Abdullah Zain, Ustadz Abdullah Roy, dan yang
lainnya.
Mereka
meluangkan waktu, tenaga, dan tempat tinggal mereka untuk para
mahasiswa baru guna berkonsultasi dan bertanya seputar belajar yang baik
disini. Atau sekedar ramah-tamah pun mereka persilahkan. Para senior
yang memotivasi, fasilitas yang memadai, uang saku bulanan yang
mencukupi, dan suasana menimba ilmu yang kondusif disini, itu semua
menjadi pelecut semangat kami untuk berusaha memanfaatkan waktu
sebaik-baiknya selama berada disini dengan hal yang bermanfaat.
***
Kondisi Penuntut Ilmu Kala Itu
Saat
itu, kondisi benar-benar bagus, membuat orang yang malas sekali pun
akan ikut bersemangat karena termotivasi dengan kobaran semangat
orang-orang sekitar. Pemandangan yang sedap dilihat.
Berbagai jenis media sosial atau situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan yang lainya belumlah sepopuler seperti sekarang ini. Berbagai hp canggih pun belumlah dimiliki semua orang; yang bisa mengikis semangat belajar kala itu sangatlah minim. Film dan game, itu barangkali salah satunya. Dan itupun tidak menjangkiti kecuali segelintir mahasiswa saja.
Bukan berarti saya disini menyalahkan kemunculan teknologi yang semakin canggih ini karena ia hanyalah laksana pisau bermata dua; yang jika dimanfaatkan dengan baik maka dapat mendatangkan kebaikan pula, begitupun sebaliknya.
Sebagian besar dari para penuntut ilmu tersebut, mereka lebih banyak
menyibukkan diri dengan belajar, membaca, dan menghapal. Begitulah kiranya yang masih tersimpan di memori ingatan saya.
Selepas
shalat shubuh, saya dapati para penuntut ilmu berlomba-lomba dalam
kegiatan positif. Ada yang segera menuju halaqah (kumpulan) tahfidz guna menyetor hafalan Al-Qur'annya. Ada yang membuka mushhaf atau buku saku mutunnya dan mulai menghafal sendiri. Ada pula yang membuka kitab untuk dibaca atau dimuraja'ah. Yang jelas, masih jarang orang yang langsung membuka hpnya karena zaman itu bukan zaman hp canggih memasyarakat.
Antrian
makan pun juga tidak jarang saya dapati mahasiswa yang menghafal atau
mengulang pelajaran, hafalan Al-Qur'an, hafalan Hadits, ataun pun mutun. Begitu pula diskusi ilmiah, kadang terlihat dilakukan dua sampai tiga orang di sepanjang jalur antrian.
Di
dalam bis yang mengantar ke Masjid Nabawi selepas shalat ashar hingga
menujut pintu masuk masjid, saya dapati masih banyak yang 'komat-kamit'
dengan hafalannya atau yang tertunduk khusyu' menatap isi kitab yang ada
di tangannya. Momen seperti itu masih mudah didapati walau tidak jarang
pula yang lebih memilih obrolan dengan teman disampingnya.
Selama di Masjid Nabawi, sebagian mereka bergegas menuju pusat-pusat setoran hafalan Al-Qur'an maupun hafalan mutun
yang disediakan oleh Pengurus Masjid Nabawi. Bila shalat maghrib
selesai, kajian-kajian ulama yang tersebar di beberapa titik masjid
menjadi tujuan sebagian penuntut ilmu tersebut. Bahkan selepas shalat
isya sekalipun masih ada yang tetap bertahan di masjid guna baca kitab
atau duduk kembali di majelis ilmu yang diadakan selepas isya.
Selesai waktu makan malam, para penuntut ilmu pun kembali memanfaatkan waktu yang ada untuk baca kitab atau muraja'ah hingga waktu tidurnya tiba.
Ditambah
lagi, jika ada daurah-daurah ilmiyah yang biasanya sepekan atau dua
pekan maka mereka pun juga mengikutinya guna menambah capaian keilmuan
mereka.
Begitu seterusnya hari ke hari rutinitas para penuntut ilmu yang saya lihat dan dapati waktu itu. Hampir sebagian mahasiswa tersebut seperti itu walau bukan seluruhnya atau sebagian besarnya. Dan orang-orang di sekitar saya memang seperti itu adanya. Adapun selain yang saya jumpai maka saya tidak bisa memberikan keterangan tentang mereka karena saya tidak mengetahui rutinitas mereka yang di luar penglihatan saya.
Seperti
itulah kiranya rutinitas sebagian mahasiswa yang tidak lain adalah para
penuntut ilmu yang bersungguh-sungguh tiap harinya. Masjid, ruang
kelas, perpustakaan, asrama, dan kantin, itu adalah alur rutinitas
mereka berjalan. Rutinitas yang akan berbuah pahala yang agung jika
diniatkan murni mencari ridha Allah. Sungguh indah bukan!?
Mudah-mudahan Allah menguatkan kaki-kaki kita untuk tetap menapaki jalan yang mulia ini, jalan para penuntut ilmu syar'i. Dan semoga Allah Yang Maha Pengampun mengampuni kekurangan dan kelalaikan kita semua. Amin.
Demikian dan mudah-mudahan bermanfaat. Wassalam.
Mudah-mudahan Allah menguatkan kaki-kaki kita untuk tetap menapaki jalan yang mulia ini, jalan para penuntut ilmu syar'i. Dan semoga Allah Yang Maha Pengampun mengampuni kekurangan dan kelalaikan kita semua. Amin.
Demikian dan mudah-mudahan bermanfaat. Wassalam.
0 Komentar