Assalamu'alaikum

header ads

Sesi 3 Kaidah Pertama Memahami Hakikat Tauhid

Memahami Hakikat Tauhid: Kaidah Pertama dalam Kitab Al-Qawa'id Al-Arba'

Disusun oleh Dr. Syadam Husein Alkatiri -waffaqahullah wa ghafaralah-


Alhamdulillah. Selawat dan Salam teruntuk Rasulullah bersama segenap keluarga dan sahabat beliau.


Artikel ini membahas secara tuntas kaidah yang pertama. Tujuannya adalah agar kita betul-betul memahami makna di balik tauhid yang Allah inginkan untuk kita persembahkan hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.




Kaidah Pertama: Pengakuan Rububiyah Kaum Musyrikin


Penulis Kitab Al-Qawa’id Al-Arba’, Rahimahullah, menyebutkan kaidah pertama:


"Kaidah pertama, engkau harus paham dan percaya bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu mengakui bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah pencipta dan pengatur alam semesta, akan tetapi pengakuan mereka itu tidak menjadikan mereka masuk ke dalam Islam."


Kaum yang dimaksud di sini adalah kafir Quraisy, yang memusuhi, menolak ajakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pada akhirnya diperangi oleh beliau. Mereka semua mempercayai dan meyakini bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur alam semesta. Namun, keyakinan mereka ini tidak cukup untuk memasukkan mereka ke dalam Islam.


Apa alasannya? Apa dalilnya? Syekh mengutip dalil dari Surat Yunus ayat 31:


قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَن يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Artinya: "Katakanlah (wahai Rasul), ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah.’ Maka katakanlah, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?’"


Ketika ditanyakan, mereka tidak akan mengatakan berhala-berhala seperti Lata, Uzza, atau Manat. Mereka serentak akan mengatakan bahwa itu semua adalah Allah. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengembalikan argumen ini kepada mereka: "Kalau kalian yakin yang demikian itu hanyalah Allah, tidakkah kalian bertakwa kepada Allah? Tidakkah kalian menyembah Allah Tabaraka wa Ta’ala?"


Dua Poin Penegasan Kaidah Pertama


Dalam kaidah pertama ini, penulis atau Syekh Rahimahullah, ingin menegaskan dua hal penting:


 1. Kepercayaan terhadap Allah sebagai Pencipta dan Pengatur Alam Semesta sudah dimiliki oleh kaum Quraisy. Mereka mengakui bahwa Allah-lah yang menciptakan alam semesta, mengaturnya, serta memberikan rezeki kepada makhluk-makhluk di langit dan di bumi.


 2. Mereka mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahkan menyembah-Nya, namun bukan berarti mereka mengesakan-Nya. Mereka tahu bahwa Pencipta dan Pemilik alam semesta adalah Allah. Keyakinan kita (umat Muslim) dan keyakinan mereka pada hal ini sama: bahwa Allah-lah yang menciptakan dan mengatur alam semesta, perputaran bintang-bintang, pergantian siang dan malam, kelahiran dan kematian, serta pengangkatan dan perendahan seseorang.


Lalu, mengapa mereka tidak mau menerima ajakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mengapa mereka justru membenci beliau, bahkan memerangi beliau? Di mana letak perbedaannya?


Perbedaan fundamental terletak pada titik ini: kaum kafir Quraisy menyembah Allah, tetapi mereka juga menyembah tuhan-tuhan selain Allah. Mereka terbiasa menyembah Allah bersama dengan menyembah berhala-berhala atau tuhan-tuhan lain yang telah diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Sementara itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang mengajak mereka untuk hanya menyembah satu Tuhan saja, yaitu Allah Tabaraka wa Ta’ala.


Mereka menolak ajakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengucapkan kalimat syahadat: "Asyhadu an la ilaha illallah" (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah). Kalimat ini bukan berarti "tidak ada pencipta", melainkan "tidak ada Tuhan yang berhak disembah dengan benar." Ada banyak tuhan yang disembah, tetapi apakah mereka disembah dengan benar? Tidak, mereka tidak berhak menerima ibadah. Hanya Allah saja yang berhak.


Orang-orang kafir Quraisy, sebagai penutur asli bahasa Arab dan tumbuh dalam budaya yang sama dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, memahami betul makna di balik kalimat "La ilaha illallah" dan konsekuensinya. Mereka tahu bahwa konsekuensinya adalah meninggalkan tuhan-tuhan yang selama ini mereka agungkan.


Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surat Shad ayat 5:


أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Artinya: "Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan (yang banyak itu) Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat aneh."


Ayat ini menunjukkan bahwa kaum kafir Quraisy sangat paham makna dan konsekuensi dari kalimat tauhid. Mereka menolak dengan tegas karena tidak sanggup meninggalkan kebiasaan menyembah banyak tuhan. Mereka menganggapnya aneh dan tidak dapat menerimanya.


Kekeliruan dalam Memahami Tauhid Rububiyah


Sungguh keliru apabila seorang Muslim tidak memahami betul makna dari "La ilaha illallah" dan konsekuensinya. Seseorang yang masih bergantung kepada selain Allah, masih meminta kepada selain Allah, masih berharap kepada selain Allah, atau menyembah Allah tetapi masih takut kepada selain Allah, atau menggantungkan harapan kepada selain Allah seperti dia menggantungkan harapan kepada Allah, maka ini adalah kekeliruan besar dalam tauhidnya. Di mana letak keimanan "La ilaha illallah"-nya?


Kaidah pertama ini, jika dipahami dengan benar, akan memberikan dampak luar biasa dalam kehidupan kita. Syekh ingin menyampaikan dua poin utama:


  1. Pengakuan kaum kafir Quraisy terhadap rububiyah Allah: Mereka mengakui Allah sebagai Pencipta, Pemilik, dan Pengatur alam semesta.
  2. Meskipun mengakui rububiyah Allah, mereka tidak mengesakan Allah dalam penghambaan diri mereka. Mereka menduakan, bahkan mentigakan dan seterusnya, Allah dengan tuhan-tuhan lain. Inilah yang diluruskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ini pula yang mereka tentang dengan keras karena telah mendarah daging dan mengakar kuat dalam jiwa mereka.


Cacat dalam Keimanan Rububiyah Kaum Kafir Quraisy


Orang-orang kafir Quraisy yang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus ke tengah-tengah mereka, secara garis besar mengimani tauhid rububiyah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka tahu bahwa Allah-lah yang menciptakan, memiliki, mengatur, menghidupkan, dan mematikan. Namun, keimanan mereka tidak sempurna, dan terdapat banyak kekurangan serta cacat. Berbeda dengan seorang Mukmin yang harus memiliki keimanan yang sempurna dalam rububiyah Allah.


Beberapa contoh cacat dalam keimanan kaum kafir Quraisy terhadap tauhid rububiyah:


1. Tathayyur
(Keyakinan Sial): Merekamasih melakukan tindakan tathayyur, yaitu memiliki keyakinan sesat bahwa sesuatu—baik berupa hewan, waktu, tempat, atau manusia—menjadi pertanda sebuah kebaikan atau keburukan. Contohnya adalah menjadikan burung sebagai pertanda keberuntungan atau kesialan dalam perjalanan. Hal ini tidak memiliki hubungan syar’i yang disebutkan dalam Al-Qur'an atau Hadis, maupun hubungan ilmiah yang teruji.

2. Mengingkari Hari Kiamat dan Kebangkitan: Mereka mengingkari adanya hari kiamat dan kebangkitan manusia. Padahal, ini berkaitan dengan rububiyah Allah. Sebagaimana Allah mampu menghidupkan dan mematikan siapa saja, Allah juga memiliki kemampuan untuk menghidupkan kembali siapa saja yang sudah mati. Mereka juga tidak mengimani adanya surga sebagai tempat kenikmatan dan neraka sebagai tempat siksaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Yasin ayat 78-79:

وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَنَسِيَ خَلْقَهُ ۖ قَالَ مَن يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ ۝ قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ

   Artinya: "Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, padahal telah hancur?’ Katakanlah (Muhammad), ‘Yang akan menghidupkannya ialah (Allah) yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.’"


3. Takut Terhadap Rezeki: Mereka takut terhadap rezeki, meskipun percaya bahwa Allah yang memberi rezeki. Ketakutan ini membuat mereka tega membunuh anak-anak perempuan yang baru lahir, khawatir akan menjadi beban.

 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Isra' ayat 31:


   وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

   Artinya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar."


4. Menyandarkan Turunnya Hujan kepada Bintang: Kaum kafir Quraisy menyandarkan turunnya hujan kepada bintang-bintang. Mereka mengatakan bahwa hujan turun karena bintang tertentu berada pada posisi tertentu. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk menurunkan hujan.


Dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


   "أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ، فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ: مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا، فَذَلِكَ كَافِرٌ بِي مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ."

   Artinya: "Pagi ini ada di antara hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir. Adapun siapa yang berkata: ‘Kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,’ maka itu adalah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang. Adapun siapa yang berkata: ‘Kami diberi hujan karena bintang ini dan bintang itu,’ maka itu adalah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang." (HR. Bukhari dan Muslim)


Rezeki Allah dan Ilmu yang Bermanfaat


Perbuatan-perbuatan Allah yang kita dituntut untuk mengimani dan memurnikan Allah serta mengesakan Allah sebagai Rabb semesta alam sangat banyak. Di antaranya adalah menciptakan, memiliki, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan, menyembuhkan, memberikan sakit, memuliakan, meninggikan, merendahkan, dan menghinakan.


Sebagai contoh nyata tentang bagaimana pemahaman ilmu agama yang benar dapat memberikan manfaat luar biasa, mari kita dengarkan kisah seorang pengusaha. Beliau memiliki perusahaan dan biasa mendapatkan tempat strategis dalam pameran. Namun, suatu ketika, pegawainya lupa memesan tempat sehingga mereka mendapatkan lokasi di paling pojok dan tidak strategis.


Secara hitung-hitungan bisnis, ini adalah kerugian besar. Namun, beliau teringat sebuah kajian tentang konsep rezeki yang terkadang tidak dapat dinalar dengan kalkulasi manusia. Malam itu, beliau berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar melancarkan ikhtiarnya dalam mencari nafkah.


Apa yang terjadi? Subhanallah, event tersebut menjadikan perusahaannya untung jauh lebih besar daripada event-event sebelumnya, bahkan yang mendapatkan tempat strategis. Takdir dan rezeki Allah tidak dapat diprediksi. Meskipun tempatnya di pojok, rezeki tersebut datang kepadanya.


Kisah ini menegaskan bahwa rezeki kita sudah dicatat dan ditakar oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala. Seseorang yang memahami ilmu agama akan paham bahwa ia tidak perlu menempuh jalan yang haram, karena rezeki pasti akan datang kepadanya. Tinggal apakah ia menerimanya dengan pahala atau dengan dosa, tergantung pada cara ia mengumpulkan atau mengambil rezeki tersebut.


Kesimpulan Kaidah Pertama


Intinya, orang-orang kafir Quraisy, meskipun mengimani rububiyah Allah secara garis besar, hal itu belumlah cukup untuk menjadikan mereka sebagai orang yang beriman di mata Allah Tabaraka wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka memiliki keimanan ini, tetapi sangat tidak lengkap dan bukan ini inti yang ingin diusung oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Buktinya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berhenti memerangi mereka dan terus mendakwahkan Islam kepada mereka, karena mereka belum mendatangkan bagian penting dari keimanan yang harusnya ada.


Artinya, tauhid rububiyah saja belumlah cukup menjadikan seseorang sebagai orang yang beriman di mata Allah Tabaraka wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Buktinya, orang-orang Quraisy mengetahui dan mempercayai bahwa Allah adalah pencipta, pemilik, dan pengatur kehidupan, kematian, dan rezeki. Namun, ini belum cukup untuk menjadikan mereka sebagai bagian dari kaum Muslimin sampai mereka mengesakan Allah dalam ibadah. Inilah yang diinginkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan inilah yang mereka tolak dan tidak terima dari beliau.


Semoga Allah Tabaraka wa Ta’ala memanjangkan usia kita dan memberkahi umur, harta, waktu, tenaga, serta keluarga kita semua. Amin ya Rabbal ‘alamin.


Semoga bermanfaat.


Catatan:

Sumber tulisan ini berasal dari kajian yang diselenggarakan di Masjid Salman Al-Farisi, Banjarbaru Kalimantan Selatan


https://www.youtube.com/live/43L0Sa3mYIA?si=johJFn865ZQyCoyA


Posting Komentar

0 Komentar