Assalamu'alaikum

header ads

Sesi 2 Bahaya Yang Mengintai Seorang Hamba

Membangun Fondasi Akidah yang Kokoh: Memurnikan Ibadah Hanya untuk Allah

Disusun oleh Dr. Syadam Husein Alkatiri -hafidzahullah-


Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wasallam, keluarga, dan para sahabatnya.


Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas mukadimah kitab ini, di mana penulis memaparkan dua doa penting:


 * Agar seorang hamba menjadi pribadi yang dipenuhi keberkahan di mana pun ia berada.

 * Agar Allah menjadi penanggung dan pengurus seluruh urusan hamba, baik urusan dunia maupun akhirat. Kepengurusan Allah yang bersifat khusus ini diberikan kepada hamba-hamba yang taat, sehingga segala urusan mereka dipermudah oleh Allah.


Selain itu, Syekh juga mendoakan agar setiap pembaca kitab ini diberikan tiga tanda kebahagiaan, karena kehidupan kita tidak lepas dari tiga kondisi ini:


 1. Syukur ketika menikmati nikmat.


 2. Sabar ketika ditimpakan kesulitan atau musibah. Ini menunjukkan bahwa seseorang tidak hanya menyembah Allah dalam kondisi suka, tetapi juga dalam himpitan hidup.


 3. Istigfar (segera bertaubat dan memohon ampun) ketika melakukan dosa atau kemaksiatan.


Hakikat Agama Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dan Tujuan Penciptaan


Syekh Muhammad bin Abdul Wahab menegaskan hakikat agama yang dijalani oleh Nabi Ibrahim 'alaihissalam, yaitu menyembah Allah dengan memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata. Hal ini selaras dan sejalan dengan firman Allah dalam Surah Az-Zariyat ayat 56:


وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menghambakan diri (memurnikan ibadah) untuk-Ku.”


Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan utama penciptaan seluruh jin dan manusia adalah untuk beribadah dan menghambakan diri hanya kepada Allah. 


Segala fasilitas dan nikmat hidup yang Allah berikan—makanan, minuman, pasangan hidup, anak keturunan, tempat tinggal, kendaraan, dan seluruh anggota tubuh—semuanya adalah sarana.


Sarana untuk apa? Untuk memudahkan kita menjalankan tugas dan kewajiban utama di muka bumi ini, yaitu beribadah kepada Allah. 


Manusia dimuliakan karena memiliki tujuan hidup yang lebih mulia dari sekadar memenuhi kebutuhan biologis; yaitu penghambaan diri yang tulus kepada Sang Pencipta.



Makna Ibadah dan Bahaya Syirik


Syekh selanjutnya menjelaskan sebuah kaidah fundamental:


فَاعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ خَلَقَكَ لِعِبَادَتِهِ ، وَأَنَّ الْعِبَادَةَ لَا تُسَمَّى عِبَادَةً إِلَّا بِالتَّوْحِيدِ

“Maka ketahuilah, bahwasanya Allah menciptakanmu untuk menyembah-Nya, dan bahwasanya ibadah tidak disebut ibadah kecuali dengan tauhid.”


Ibadah apapun yang dipersembahkan oleh seseorang untuk Allah tidak akan diterima, tidak akan berlaku, dan tidak dianggap sah oleh Allah kecuali disertai dengan tauhid.


Tauhid adalah pemurnian ibadah hanya untuk Allah. Ini seperti shalat yang tidak sah kecuali dibersamai dengan taharah (bersuci). 

Seseorang yang shalat tanpa wudu, meskipun ia shalat berjam-jam, shalatnya tidak akan diterima. Demikian pula, ibadah apa pun—baik perkataan, gerakan badan, maupun amalan hati—harus dibersamai dengan tauhid.


Tauhid dalam ibadah memiliki dua langkah utama:

 1. Menentukan tujuan ibadah hanya untuk Allah. Seorang hamba harus murni mempersembahkan ibadahnya kepada Allah.


 2. Tidak menduakan Allah dalam ibadah tersebut. Tidak ada sedikit pun bagian ibadah yang diarahkan kepada selain Allah, meskipun hanya 1% atau pun dilakukan secara tidak sadar.


Bahaya kesyirikan sangat fatal. Apabila syirik mencampuri sebuah ibadah, ia akan merusak ibadah tersebut, menghanguskan pahala-pahala yang telah dikumpulkan, dan pelakunya akan dijerumuskan ke dalam api neraka. Hal ini seperti shalat yang batal karena buang angin; jika syirik masuk, ibadah menjadi tidak sah dan tidak diterima.


Allah Ta'ala berfirman dalam Surah An-Nisa' ayat 48:


إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang berada di bawah (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.”


Ayat ini menunjukkan bahwa syirik adalah dosa yang tidak akan diampuni Allah jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan membawanya dan belum bertaubat. Berbeda dengan dosa-dosa besar lainnya seperti pembunuhan, pencurian, atau zina, yang masih mungkin diampuni Allah atau pelakunya dibersihkan di neraka sebelum akhirnya masuk surga.


Namun, bagi pelaku syirik besar yang meninggal dunia tanpa taubat, tidak ada ampunan, amal-amal salehnya akan hangus, dan ia akan kekal di neraka jahanam.

Allah juga berfirman dalam Surah Al-An'am ayat 88:


وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka berbuat kesyirikan, niscaya akan gugurlah dari mereka apa yang selama ini mereka kerjakan.”


Dan dalam Surah Al-Ma'idah ayat 72:


إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ

“Sesungguhnya barangsiapa berbuat kesyirikan kepada Allah, maka sungguh Allah telah mengharamkan surga atasnya, dan tempat kembalinya adalah neraka.”


Ini menunjukkan betapa mematikannya dosa syirik. Tidak ada tempat ketiga di akhirat selain surga atau neraka. Jika surga diharamkan bagi pelaku syirik, maka tempatnya adalah neraka, kekal di dalamnya, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Bayyinah ayat 6:


إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ

“Sesungguhnya orang-orang kafir dari kalangan Ahlul Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”


Mengapa Syirik Begitu Dibenci Allah?


Allah sangat membenci dosa syirik karena ia adalah bentuk pengkhianatan terbesar terhadap hak-Nya.


Bayangkan, Allah-lah yang menciptakan kita, membesarkan kita, dan memenuhi segala kebutuhan hidup di dunia ini. Allah hanya meminta satu hal: jangan menduakan-Nya, sembahlah Dia semata.


Analogi sederhananya, dalam hubungan antarmanusia, seorang suami yang telah bekerja keras menafkahi istrinya tentu tidak akan menerima jika istrinya berselingkuh dan membagi cintanya kepada lelaki lain yang tidak memberinya nafkah.


Demikian pula seorang istri yang telah mengorbankan segalanya untuk suaminya, tidak akan menerima jika suaminya bermain mata dengan wanita lain. Ini adalah fitrah manusia. Lalu, bagaimana mungkin kita menduakan Allah yang telah memberikan segalanya, dengan menyerahkan ibadah yang seharusnya murni untuk-Nya kepada selain-Nya? Ini adalah bentuk pengkhianatan yang sangat fatal.


Oleh karena itu, sangatlah penting bagi setiap muslim untuk mengetahui hakikat tauhid, hakikat syirik, dan apa saja yang termasuk ibadah. Dengan memahami tiga kunci ini, kita akan lebih mudah berhati-hati dalam setiap langkah, perkataan, dan perbuatan agar tidak terjatuh ke dalam kesyirikan.


Salah satu doa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah:


اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik kepada-Mu sementara aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad)


Semoga tulisan ini menggugah diri kita untuk senantiasa berhati-hati dalam beribadah, menjaga kemurnian dan keikhlasan niat kita, agar ibadah kita diterima oleh Allah Ta'ala. 


Semoga Allah senantiasa membimbing dan menyelamatkan kita dari jerat-jerat kesyirikan, baik yang kita sadari maupun yang tidak.



Catatan:

Sumber tulisan ini berasal dari kajian yang diselenggarakan di Masjid Salman Al-Farisi, Banjarbaru Kalimantan Selatan


https://www.youtube.com/live/YWieOJrAu7w?si=zR_tAwAN5Gl5UPob

Posting Komentar

0 Komentar